Problematika Online
Single Submission (OSS):
Antara Kuasa Modal dan Pengendalian Usaha
Oleh: Dr. W. Riawan Tjandra, S.H., M.Hum.
Pengajar Hukum Administrasi Negara FH Universitas
Atma Jaya Yogyakarta
Lahirnya PP No. 24 Tahun 2018
tentang Pelayanan Perijinan perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik,
telah menimbulkan pro dan kontra, baik di kalangan pelaku usaha maupun
birokrasi pemerintah sendiri. Pelaku usaha mempertanyakan efektivitas dari sistem
perijinan model tersebut dalam menjamin kelancaran administratif proses
investasi yang selama ini tersandera oleh tangan-tangan sektoral birokrasi
pemerintah. Namun, di sisi lain, lahirnya sistem perizinan tersebut juga
menimbulkan polemic di kalangan aparat birokrasi pemerintah sendiri, mulai dari
yang kebingunan dengan sistem perijinan OSS tersebut sampai yang resisten atau
menolak sistem OSS tersebut. Lahirnya
sistem perizinan OSS tersebut menimbulkan kecemasan di kalangan aparat
birokrasi yang merasa kewenangannya “dirampas” dari tangannya oleh sistem OSS
tersebut.
Maraknya Operasi Tangkap Tangan
(OTT) KPK terhadap sejumlah pejabat daerah baik di lingkungan Pemerintah Daerah
maupun DPRD seperti yang beberapa saat berselang terjadi di Bekasi dengan
melibatkan Bupati, pejabat organisasi perangkat daerah dan oknum dari korporasi
pengembang properti, memperlihatkan rendahnya integritas sistem pelayanan
publik di daerah. Berbagai kasus korupsi yang menjerat para pejabat daerah pada
umumnya disebabkan suap/gratifikasi yang bersumber dari “perdagangan” perizinan
di daerah, jual beli jabatan maupun suap proyek pengadaan barang dan jasa..
Para pejabat daerah yang menjadi ujung tombak otonomi daerah telah menyimpang
jauh dari amanah reformasi politik 1998 dan kepercayaan rakyat yang telah
memilihnya untuk menjadi pemimpin dan teladan bagi rakyat di daerah.
Elite-elite politik yang terpilih karena kapasitas politik maupun
kepemimpinannya tak tahan atas godaan untuk “memperdagangkan” kewenangan yang
dimilikinya yang sejatinya harus dipertanggungjawabkan kepada Tuhan dan rakyat
pemilihnya.
Pengertian Izin dalam Hukum Administrasi Negara
Sebagai konsekuensi otonomi daerah,
sistem perizinan yang terletak di ranah urusan pemerintahan konkuren menurut UU
No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah didistribusikan secara bertingkat
antara Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota. Secara teoretis, di ranah
Hukum Administrasi Negara, izin merupakan instrumen pemerintahan yang paling
banyak dipergunakan sebagai sarana untuk mengatur/mengendalikan aktivitas
subyek hukum perorangan maupun korporasi (Spelt, dkk : 1993).
Spelt
dan ten Berge sebagaimana dikutip oleh Hadjon (1993), sejatinya memaknai izin
sebagai suatu tindakan pemerintah untuk memperkenankan aktivitas dilakukan
seseorang atau korporasi yang bertitiktolak dari suatu ketentuan dalam
undang-undang yang melarangnya. Pemaknaan izin semacam itu sesungguhnya ingin
menekankan bahwa izin merupakan sarana pengawasan aktivitas masyarakat yang
hanya boleh diterbitkan oleh pemerintah melalui sejumlah kriteria dan
persyaratan yang ketat. Izin sering dikaitkan dengan proteksi atas lingkungan,
mencegah gangguan sosial maupun dampak aktivitas yang bisa menimbulkan bahaya
bagi masyarakat.
Perizinan adalah pemberian legalitas kepada
seseorang atau pelaku usaha/kegiatan tertentu,
baik dalam bentuk izin maupun tanda daftar usaha. Izin ialah salah satu instrumen yang paling banyak digunakan dalam hukum
administrasi, untuk mengemudikan tingkah
laku para warga (Hadjon, 1993). Secara umum tujuan dan fungsi dari perizinan
adalah untuk pengendalian dari aktivitas-aktivitas pemerintah terkait
ketentuan-ketentuan yang berisi pedoman yang harus dilaksanakan baik oleh yang
berkepentingan ataupun oleh pejabat yang
diberi kewenangan Tujuan dari perizinan dapat dilihat dari dua sisi yaitu
(Adrian Sutedi: 2011: 200): a). Dari si si
pemerintah. Melalui sisi pemerintah tujuan pemberian izin adalah :1) Untuk
melaksanakan peraturan Apakah ketentuan - ketentuan yang termuat dalam
peraturan tersebut sesuai dengan kenyataan
dalam praktiknya atau tidak dan sekalipun untuk mengatur ketertiban; 2). Sebagai
sumber pendapatan daerah. Dengan adanya
permintaan permohonan izin, maka secara langsung pendapatan pemerintah akan bertambah karena setiap izin
yang dikeluarkan pemohon harus membayar
retribusi dahulu. Semakin banyak pula pendapatan di bidang retribusi tujuan akhirnya yaitu untuk membiayai
pembangunan.b). Dari sisi masyarakat Adapun dari sisi masyarakat tujuan
pemberian izin itu adalah sebagai berikut. 1). Untuk adanya kepastian hukum; 2).
Untuk adanya kepastian hak; 3). Untuk mendapatkan fasilitas setelah bangunan
yang didirkan mempunyai izin. Dengan mengikatkan tindakan-tindakan pada suatu
system perizinan, pembuatan undang-undang dapat mengejar berbagai tujuan dari
izin.
Adapun motif-motif untuk menggunakan system izin
dapat berupa (Hadjon, 1993: 4): a). Mengendalikan
perilaku warga; b). Mencegah bahaya bagi
lingkungan hidup; c). Melindungi objek-objek tertentu; d) Membagi sumber daya
yang terbatas; e). Mengarahkan aktivitas
Izin sebagai Instrumen
Perdagangan Pengaruh
Desain pembagian kewenangan yang
bersumber dari pembagian kewenangan konkuren antar satuan pemerintahan (pusat,
provinsi dan kabupaten/kota) meskipun oleh UU Pemda maupun UU Pelayanan Publik
diletakkan sebagai ujung tombak sistem pelayanan publik, ternyata justru
menjadi instrumen untuk “memperdagangkan” kewenangan publik dan pengaruh (trading in influence). Korporasi yang
terdesak oleh tuntutan efisiensi dan mengejar profit dalam siklus perputaran
modal, seringkali dipaksa (meskipun tak jarang juga memaksa) untuk menjadi
pihak dalam transaksi kewenangan dan pengaruh publik tersebut. Akibatnya,
terjadilah transaksi kewenangan publik dalam “memperdagangkan” perizinan
tersebut yang dibarter dengan uang pelicin untuk memperlancar terbitnya izin
lokasi, izin usaha dan berbagai jenis izin lainnya. Namun, memang harus dicatat
bahwa tak semua pejabat daerah mau dibeli dengan uang suap maupun
memperdagangkan kewenangan maupun pengaruh.
Fenomena maraknya kasus
suap/gratifikasi yang dilakukan oleh oknum-oknum pejabat di daerah maupun
korporasi, tampaknya memberikan momentum bagi implementasi efektif PP No. 24
Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik
yang dilahirkan dari konsep Online Single
Submission (OSS). Melalui OSS tersebut pelaku usaha diberikan ruang otonom
untuk mendaftarkan dan mengurus penerbitan izin usaha dan izin
komersial/operasional secara on line
melalui sistem perizinan terintegrasi.
Gambar 1
Sistem Online
Single Submission
Sistem
OSS tersebut merupakan bagian dari langkah pemerintah untuk melaksanakan
reformasi sektoralisme perizinan berusaha. Perizinan
Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik atau Online Single Submission yang selanjutnya disingkat OSS adalah Perizinan
Berusaha yang diterbitkan oleh lembaga OSS untuk dan atas nama menteri,
pimpinan
lembaga, gubernur, atau bupati/wali kota kepada
Pelaku
Usaha melalui sistem elektronik yang terintegrasi.Menurut
PP No. 24 Tahun 2018 tersebut, sistem OSS ingin dijadikan sebagai gerbang (gateway) dari sistem pelayanan perizinan
pemerintahan yang telah ada di Kementerian/lembaga dan Pemerintah Daerah.
Pemerintah diberikan tanggung jawab untuk membangun, mengembangkan dan
mengimplementasikan sistem OSS. Sistem OSS dinisbahkan untuk menjadi acuan
utama (single reference) dalam
pelaksanaan perizinan berusaha. Kementerian/lembaga maupun Pemerintah Daerah
diwajibkan untuk membentuk lembaga OSS sebagai semacam gugus tugas (task force) yang diberikan kewenangan
untuk mengelola sistem perizinan berusaha secara terintegrasi. Dengan sistem
perizinan melalui OSS diharapkan dapat mengurangi interaksi fisik antara
pemohon ijin (perorangan maupun korporasi) dengan pejabat pemerintah/daerah
yang selama ini sering menjadi pintu masuk bagi terjadinya “perdagangan” izin
maupun kewenangan publik antara oknum pejabat dengan pihak pemohon izin.
Pada
dasarnya Kebijakan Percepatan
Pelaksanaan Berusaha (Perpres No. 91/2017) dan Peraturan Pemerintah No.
24 Tahun 2018, untuk : a. Mempercepat pelayanan perizinan berusaha melalui
penerapan Sistem Pelayanan Perizinan Terintegrasi Secara Elektronik (Online
Single Submission/OSS); b. Memberikan fasilitas sistem checklist
(hutang perizinan) di kawasan-kawasan ekonomi; c. Menerapkan sistem data
sharing. Untuk menjaga efektivitas
dan kepastian pelaksanaan berusaha dibentuk satgas-satgas (leading
sector dan pendukung) di K/L, Provinsi, Kabupaten/Kota. Guna mendukung kemudahan pelaksanaan
berusaha dilakukan reformasi regulasi. Semua pelayanan perizinan
berusaha hanya dilakukan melalui PTSP (BKPM, DPM-PTSP Provinsi, dan DPM-PTSP
Kabupaten/Kota) yang dikawal dan dibantu penyelesaiannya oleh Satgas (K/L,
Provinsi, Kabupaten/Kota).
Gambar
2
Perizinan Berusaha diterbitkan oleh menteri,
pimpinan lembaga, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai kewenangannya. Perizinan
Berusaha tersebut termasuk Perizinan
Berusaha yang kewenangan penerbitannya telah dilimpahkan atau didelegasikan kepada
pejabat lainnya.
Pelaksanaan kewenangan penerbitan Perizinan
Berusaha itu
termasuk penerbitan
dokumen lain yang berkaitan dengan Perizinan
Berusaha wajib dilakukan melalui Lembaga oss. Lembaga OSS berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah tersebut untuk dan
atas nama menteri, pimpinan lembaga, gubernur, atau bupati/wali kota menerbitkan
Perizinan Berusaha. Penerbitan Perizinan Berusaha oleh Lembaga OSS dilakukan
dalam bentuk Dokumen Elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang informasi dan transaksi elektronik. Pelaku Usaha melakukan Pendaftaran untuk kegiatan
berusaha dengan cara mengakses laman OSS.
Cara mengakses laman OSS itu dilakukan dengan cara memasukkan: a. NIK dalam
hal Pelaku Usaha merupakan perseorangan; b. nomor pengesahan akta pendirian
atau nomor pendaftaran perseroan terbatas, yayasan/badan usaha yang didirikan
oleh yayasan, koperasi, persekutuan komanditer (commanditaire vennootschap),
persekutuan lirma (venootschap onder firma\, atau persekutuan perdata; c. dasar
hukum pembentukan perusahaan umum, perusahaan umum daerah, badan hukum lainnya yang
dimiliki oleh negara, lembaga penyiaran publik, atau badan layanan umum. Pelaku
Usaha perseorangan yang telah mendapatkan akses dalam laman OSS, melakukan
Pendaftaran dengan mengisi data paling sedikit: a. nama dan NIK; b. alamat
tempat tinggal; c. bidang usaha; d. lokasi penanaman modal; e. besaran rencana
penanaman modal; f. rencana penggunaan tenaga kerja; g. nomor kontak usaha dan/
atau kegiatan; h. rencana permintaan fasilitas fiskal, kepabeanan, dan/ atau
fasilitas lainnya; dan i. NPWP Pelaku Usaha perseorangan.
Pelaku Usaha non perseorangan yang telah mendapatkan
akses dalam laman OSS, melakukan Pendaftaran dengan mengisi data paiing
sedikit: a. nama dan/ atau nomor pengesahan akta pendirian atau nomor
pendaftaran; b. bidang usaha; c. jenis penanaman modal; d. negara asal
penanaman modal, dalam hal terdapat penanaman modal asing; e. lokasi penanaman
modal; f. besaran rencana penanaman modal; g. rencana penggunaan tenaga kerja; h.
nomor kontak badan usaha; i. rencana permintaan fasilitas
perpajakan,kepabeanan, dan/ atau fasilitas lainnya; j. NPWP Pelaku Usaha non
perseorangan; dan k. NIK penanggung jawab usaha dan/ atau kegiatan. Dalam hal
Pelaku Usaha yang melakukan Pendaftaran tersebut belum memiliki NPWP, OSS
memproses pemberian NPWP. Lembaga OSS menerbitkan NIB setelah Pelaku Usaha melakukan
Pendaftaran melalui pengisian data secara lengkap dan mendapatkan NPWP. NIB itu
merupakan identitas berusaha dan digunakan oleh Pelaku Usaha untuk mendapatkan
Izin Usaha dan Izin Komersial atau Operasional termasuk untuk pemenuhan
persyaratan Izin Usaha dan Izin Komersial atau Operasional. NIB tersebut berlaku selama Pelaku Usaha menjalankan usaha
dan/atau kegiatannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. NIB itu
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku oleh Lembaga OSS dalam hal: a. Pelaku
Usaha melakukan usaha dan/atau kegiatan yang tidak sesuai dengan NIB; dan/atau b.
dinyatakan batal atau tidak sah berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan
hukum tetap.
Lembaga OSS setelah menerbitkan NIB sekaligus memberikan informasi mengenai
fasilitas fiskal yang akan didapat oleh Pelaku Usaha sesuai bidang usaha dan
besaran rencana penanaman modal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pelaksanaan pemberian fasilitas fiskal dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pelaku Usaha dalam perizinan OSS terdiri atas: a.
Pelaku Usaha yang tidak memerlukan prasarana untuk menjalankan usaha dan/ atau
kegiatan; atau b. Pelaku Usaha yang memerlukan prasarana untuk menjalankan
usaha dan/atau kegiatan. Pelaku Usaha yang memerlukan prasarana untuk menjalankan
usaha dan/atau kegiatan terdiri atas: a. Pelaku Usaha yang telah memiliki atau
menguasai prasarana; atau b. Pelaku Usaha yang belum memiliki atau menguasai prasarana.
Lembaga OSS menerbitkan Izin Usaha berdasarkan Komitmen kepada: a. Pelaku Usaha
yang tidak memerlukan prasarana untuk menjalankan usaha dan/atau kegiatan dan Pelaku
Usaha yang memerlukan prasarana untuk menjalankan usaha dan/ atau kegiatan dan
telah memiiiki atau menguasai prasarana. Lembaga OSS menerbitkan Izin Usaha
berdasarkan Komitmen kepada Peiaku Usaha yang memerlukan prasarana untuk
menjalankan usaha dan/atau kegiatan tetapi belum memiliki atau menguasai
prasarana setelah Lembaga OSS menerbitkan: a. lzin lokasi; b. lzin Lokasi
Perairan; c. Izin Lingkungan; dan/atau d. IMB, berdasarkan Komitmen. Izin Lokas
diterbitkan oleh Lembaga OSS tanpa Komitmen dalam hal: a. tanah lokasi usaha
dan/atau kegiatan terletak di lokasi yang telah sesuai peruntukannya menurut RDTR
dan/atau rencana umum tata ruang kawasan perkotaan; b. tanah lokasi usaha
dan/atau kegiatan terletak di lokasi kawasan ekonomi khusus, kawasan industri, serta
kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas; c. tanah lokasi usaha dan/ atau
kegiatan merupakan tanah yang sudah dikuasai oleh Pelaku Usaha lain yang telah
mendapatkan Izin Lokasi dan akan digunakan oleh Pelaku Usaha; d. tanah lokasi
usaha dan/atau kegiatan berasai dari otorita atau badan penyelenggara pengembangan
suatu kawasan sesuai dengan rencana tata ruang kawasan pengembangan tersebut; e.
tanah lokasi usaha dan/ atau kegiatan diperlukan untuk perluasan usaha yang
sudah berjalan dan letak tanahnya berbatasan dengan lokasi usaha dan/atau
kegiatan yang bersangkutan; f. tanah lokasi usaha dan/atau kegiatan yang diperlukan
untuk melaksanakan rencana Perizinan Berusaha tidak lebih dari: l) 25 ha (dua
puluh lima hektare) untuk usaha dan/ atau kegiatan Pertanian; 2) 5 ha (lima
hektare) untuk pembangunan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah; atau 3)
1 ha (satu hektare) untuk usaha dan/atau kegiatan bukan pertanian; atau g.
tanah lokasi usaha dan/atau kegiatan yang akan dipergunakan untuk proyek
strategis nasional. Dalam hal Pelaku Usaha yang telah mendapatkan Izin Lokasi
akan menggunakan atau memanfaatkan tanah, Pelaku Usaha mengajukan pertimbangan
teknis pertanahan kepada kantor pertanahan tempat lokasi usaha dan/atau kegiatan
melalui sistem OSS. Kantor pertanahan tersebut
melakukan pemeriksaan dan / atau inventarisasi atas lokasi yang telah
diberikan Izin Lokasi. Berdasarkan pemeriksaan dan/atau inventarisasi, kantor
pertanahan menyampaikan pertimbangan teknis kepada Pelaku Usaha paling lama 10
(sepuluh) Hari terhitung sejak pengajuan pertimbangan teknis diterima dari
sistem OSS. Dalam hal kantor pertanahan tidak menyampaikan pertimbangan teknis
dalam jangka waktu tersebut, kantor pertanahan dimaksud dianggap telah
memberikan persetujuan pertimbangan teknis.
Izin Lingkungan tidak dipersyaratkan untuk penerbitan
Izin Usaha dalam hal: a. lokasi usaha dan/atau kegiatan berada dalam kawasan
ekonomi khusus, kawasan industri, atau kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan
bebas; atau b. usaha dan/atau kegiatan merupakan usaha mikro dan kecil, usaha
dan/atau kegiatan yang tidak wajib memiliki Amdal, atau usaha dan/atau kegiatan
yang tidak wajib memiliki UKL-UPL. Pelaku Usaha yang lokasi usaha dan/atau
kegiatan berada dalam kawasan ekonomi khusus, kawasan industri, atau kawasan
perdagangan bebas dan pelabuhan bebas menyusun
RKL-RPL rinci berdasarkan RKL-RPL kawasan.
RKL-RPL rinci harus disetujui oleh pengelola
kawasan. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pengawasan atas RKL-RPL
rinci diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Usaha dan/atau
kegiatan yang merupakan usaha mikro dan kecil dan usaha dan/atau kegiatan yang
wajib memiliki UKL-UPL ditetapkan oleh gubernur atau bupati/wali kota
berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
IMB tidak
dipersyaratkan untuk penerbitan Izin Usaha dalam hal bangunan gedung: a. berada
dalam kawasan ekonomi khusus, kawasan industri, atau kawasan perdagangan bebas
dan pelabuhan bebas, sepanjang pengelola kawasan telah menetapkan pedoman
bangunan (estate regulation). b. merupakan proyek pemerintah atau proyek
strategis nasional sepanjang telah ditetapkan badan usaha pemenang lelang atau
badan usaha yang ditugaskan untuk melaksanakan proyek pemerintah atau proyek strategis
nasional.
Izin Usaha berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia.
Pelaku Usaha yang telah mendapatkan Izin Usaha dan akan mengembangkan usaha
dan/atau kegiatan di wilayah lain, harus tetap memenuhi persyaratan lzirr Lokasi,
Izin Lokasi Perairan, Izin Lingkungan, dan IMB di masing-masing wilayah
tersebut.
Pelaku Usaha yang telah mendapatkan Izin Usaha dapat melakukan kegiatan:
a. pengadaan tanah; b. perubahan luas lahan; c. pembangunan bangu.nan gedung
dan pengoperasiannya; d. pengadaan peralatan atau sarana; e. pengadaan sumber
daYa manusia; f. penyelesaian sertihkasi atau kelaikan; g. pelaksanaan uji coba
produksi (commisioning); dan/atau h. pelaksanaanproduksi.Pelaku Usaha yang
telah mendapatkan Izin Usaha namun belum menyelesaikan: a. Amdal; dan/atau b.
rencana teknis bangunan gedung, belum dapat melakukan kegiatan pembangunan bangunan
gedung.
Lembaga OSS menerbitkan Izin Komersial atau
Operasional berdasarkan Komitmen untuk memenuhi: a. standar, sertifikat,
dan/atau lisensi; dan/atau b. pendaftaranbarang/jasa, sesuai dengan jenis
produk dan/atau jasa yang dikomersialkan oleh Pelaku Usaha melalui sistem OSS. Lembaga
OSS membatalkan lzin Usaha yang sudah diterbitkan dalam hal Pelaku Usaha tidak
menyelesaikan pemenuhan Komitmen dan/ atau lzin Komersial atau Operasional. Izin
Usaha dan/atau Izin Komersial atau Operasional berlaku efektif setelah Pelaku
Usaha menyelesaikan Komitmen dan melakukan pembayaran biaya Perizinan Berusaha
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-udangan.
Pelaku Usaha wajib memenuhi Komitmen lzin
Lingkungan yang telah diterbitkan oleh Lembaga OSS dengan melengkapi: a.
UKL-UPL; atau b. dokumen Amdal. Pelaku Usaha wajib melengkapi dokumen Amdal. Penyusunan
dokumen Amdal tersebut harus mulai dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) hari
sejak l,embaga OSS menerbitkan lzin Lingkungan. Dokumen Amdal dilakukan melalui
kegiatan: a. penyusunan Amdal dan RKL-RPL; b. penilaian Amdal dan RKL-RPL; dan c.
keputusan kelayakan. Pelaku Usaha dalam pennyusunan dokumen Amdal
mengikutsertakan masyarakat yang terkena dampak. Pelaku Usaha selain
mengikutsertakan masyarakat yang terkena dampak, dapat pula melibatkan pemerhati
lingkungan hidup. Pengikutsertaan masyarakat dan/atau pemerhati lingkungan
hidup dilaliukan melalui: a. pengumuman rencana usaha dan/atau kegiatan; dan b.
konsultasi publik. Pengumuman rencana usaha dan/atau kegiatan dilakukan melalui
laman OSS, media massa, dan/atau pada lokasi usaha dan/atau kegiatan.
Dalam hal Pelaku Usaha dalam usaha dan/atau kegiatannya
akan membangun pusat kegiatan, permukiman, dan infrastruktur yang akan
menimbulkan gangguan keamanan, keselamatan, ketertiban, dan
kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan, penyusunan dokumen Amdal atau
UKL-UPL sekaligus dilakukan
dengan pen)rusunan analisis dampak lalu lintas sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang lalu lintas dan angkutan jalan. Hasil
analisis dampak lalu lintas yang dimuat dalam Amdal atau UKL-UPL merupakan
hasil analisis dampak lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam undang-undang di
bidang lalu lintas dan angkutan jalan.
Segala biaya Perizinan Berusaha yang merupakan: a.
penerimaan negara bukan pajak; b. bea masuk dan/atau bea keluar; c. cukai;
dan/atau d. pajak daerah atau retribusi daerah, wajib dibayar oleh Pelaku Usaha
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Biaya dibayarkan oleh
Pelaku Usaha sebagai bagian dari pemenuhan Komitmen. Peiaku Usaha yang telah
meiakukan pembayaran biaya
mengunggah bukti pembayaran ke dalam sistem OSS. Pelaksanaan pembayaran
biaya tersebut dapat difasilitasi melalui sistem OSS. Pelaku Usaha yang tidak
melakukan kewajiban pembayaran biaya terebut, Izin Usaha dan Izin Komersial
atau Operasional yang telah diberikan dinyatakan batal. Izin Usaha berlaku
selama Pelaku Usaha menjalankan usaha dan/atau kegiatannya, kecuali diatur lain
dalam undang-undang. Izin Komersial atau Operasional berlaku sesuai dengan jangka
waktu yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur
masing-masing izin.
Dukungan
Pemerintah/Pemerintah Daerah
Kementerian, lembaga, dan/atau Pemerintah Daerah wajib
melakukan pengawasan atas: a. pemenuhan Komitmen; b. pemenuhan standar,
sertifikasi, lisensi dan/atau pendaftaran; dan/atau c. usaha dan/atau kegiatan,
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Dalam hal hasil pengawasan
ditemukan ketidaksesuaian atau penyimpangan, kementerian, lembaga, dan/atau Pemerintah
Daerah mengambil tindakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.Tindakan itu dapat berupa: a. peringatan; b. penghentian
sementara kegiatan berrrsaha; c. pengenaan denda administratif; dan/atau
d. pencabutan Perizinan Berusaha, sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan. Tindakan tersebut disampaikan melalui sistem OSS oleh
kementerian, lembaga, dan/atau Pemerintah Daerah kepada Lembaga OSS. Lembaga
OSS berdasarkan penyampaian kementerian, lembaga, dan/atau Pemerintah Daerah
melakukan penghentian sementara atau pencabutan Perizinan Berusaha.
Dalam rangka percepatan pelayanan berusaha melalui sistem
OSS dilakukan reformasi peraturan Perizinan Berusaha. Reformasi peraturan
Perizinan Berusaha itu meliputi: a. pengaturan kembali jenis perizinan,
pendaftaran, rekomendasi, persetujuan, penetapan, standar, sertilikasi, atau
lisensi; b. penahapan untuk memperoleh perizinan; dan c. pemberlakuan Komitmen
pemenuhan persyaratan. Pengaturan kembali jenis perizinan, pendaftaran, rekomendasi,
persetujuan, penetapan, standar, sertifikasi, atau lisensi tersebut dilakukan
melalui: a. pengklasifikasian; b. penghapusan; c. penggabungan; d. perubahan
nomenklatur; atau e. penyesuaian persyaratan.
Pemerintah Pusat membangun, mengembangkan, dan mengoperasionalkan
sistem OSS. Sistem OSS terintegrasi dan menjadi gerbang (gateway) dari sistem pelayanan pemerintahan yang telah ada pada
kementerian/lembaga dan Pemerintah Daerah. Sistem OSS menjadi acuan
utama (single reference) dalam pelaksanaan Perizinan Berusaha. Dalam hal
kementerian, lembaga, Pemerintah Daerah provinsi, atau Pemerintah Daerah
kabupaten/kota memiliki lebih dari 1 (satu) sistem perizinan elektronik, maka
sistem OSS melakukan integrasi pada 1 (satu) pintu sistem perizinan elektronik
yang ditentukan oleh kementerian, lembaga, Pemerintah Daerah provinsi, atau Pemerintah
Daerah kabupaten/ kota.
Kementerian/lembaga, Pemerintah Daerah provinsi,
dan Pemerintah Daerah kabupaten/kota menggunakan sistem OSS dalam rangka
pemberian Perizinan Berusaha yang menjadi kewenangannya masing-masing. Penggunaan
sistem OSS mengikuti standar integrasi sistem OSS. Standar integrasi sistem OSS
mencakup paling sedikit: a. standar otentikasi dan pengaturan hak akses dari dan
ke sistem OSS; b. standar elemen data perizinan antar sistem Perizinan Berusaha
dengan sistem OSS; c. standar model integrasi antar sistem Perizinan Berusaha
dengan sistem OSS; d. standar keamanan bersama dan tanda tangan digital antar
sistem Perizinan Berusaha dengan sistem OSS; Dan e. standar seruice leuel
agreement antar sistem Perizitan Berusaha dengan sistem OSS. Penetapan
kelayakan standardisasi integrasi sistem OSS dilakukan melalui proses uji
kelayakan integrasi, yang meliputi proses penelaahan teknis dan operasi atas
aspek yang mencakup: a. kelayakan spesifikasi standar teknis aplikasi dan data;
c. Kelayakan standar prosedur operasi dan bisnis proses; kelayakan standar
infrastruktur sistem perizinan; dan d. kelayakan standar dukungan layanan. Kelayakan
standardisasi integrasi sistem OSS dituangkan dalam bentuk sertifikasi uji laik
integrasi. Sertifkat uji iaik integrasi ditetapkan oleh kementerian yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informatika. Lembaga OSS
berdasarkan PP No. 24 Tahun 2018, berwenang untuk: a. menerbitkan Perizinan
Berusaha melalui sistem OSS; b. menetapkan kebijakan pelaksanaan peitzinan Berusaha
melalui sistem OSS; c. menetapkan petunjuk pelaksanaan penerbitan Perizinan
Berusaha pada sistem OSS; d. mengelola dan mengembangkan sistem OSS; dan e.
bekerja sama dengan pihak lain dalam pelaksanaan, pengelolaan, dan pengembangan
sistem OSS. Pelaksanaan kewenangan tersebut dilakukan dengan berkoordinasi
dengan menteri, pimpinan lembaga, gubernur, dan/atau bupati/wali kota. Koordinasi
difasilitasi oleh menteri koordinator yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
di bidang perekonomian.
Gambar
3
Akselerasi
perizinan berusaha maupun perizinan komersial/operasional melalui OSS tidak
dimaksudkan untuk mengabaikan sejumlah persyaratan pokok dalam perizinan
tertentu seperti dokumen UKL-UPL ataupun Amdal jika terkait dengan izin
lingkungan. Dengan demikian OSS hanya dimaksudkan untuk mempermudah proses bagi
pihak pemohon izin dalam mendaftarkan maupun mengurus izin karena Pemerintah
telah mengintegrasikan sistem perizinan sektoral tersebut yang dikelola oleh
lembaga OSS. Namun, tidak mengurangi kualitas dan tingkat kecermatan dalam
melaksanakan pengawasan terhadap aktivitas pemohon izin karena seluruh
persyaratan yang diperlukan dalam pengajuan izin tetap harus dipenuhi sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang mengaturnya selama ini.
Gambar
4
Selama ini
ternyata masih ada cukup banyak pejabat di kementerian/lembaga maupun
Pemerintah Daerah yang belum cukup memahami atau bahkan resisten jika
kewenangannya diambilalih oleh lembaga OSS yang dibentuk berdasarkan PP No. 24
Tahun 2018 tersebut. Masih ada pejabat yang menduga bahwa lembaga OSS tersebut
“mengambil paksa” kewenangan yang telah diatribusikan melalui pembagian
kewenangan konkuren maupun sektoral di berbagai undang-undang, meskipun
lampiran dari PP tersebut telah membuat klasifikasi dari sejumlah kewenangan
perizinan yang dikelola melalui sistem OSS. Di sisi lain, terdapat kritik bahwa
PP yang mengatur mengenai OSS tidak hanya sekedar merupakan peraturan
pelaksanaan dari UU, namun, ada kesan membentuk norma hukum baru yang
seharusnya diletakkan sebagai materi muatan UU.
Ada
kekhawatiran pula bahwa OSS yang memudahkan pelaku usaha untuk mendapatkan
izin, bahkan sebelum persyaratan-persyaratan yang diperlukan bagi terbitnya
izin belum dipenuhi oleh pemohon izin bisa digantikan sementara dengan komitmen
untuk memenuhi persyaratan dengan izin bisa didapatkan terlebih dahulu, telah
mengubah izin sebagai instrumen pengendalian dan pengawasan menjadi sekadar
instrumen administratif saja bagi aktivitas usaha. Meskipun diterbutkannya PP
No. 24 Tahun 2018 diduga akan dijadikan sebagai omnibus regulation yang diharapkan dapat memperbaiki disparitas antar
berbagai kewenangan sektoral, namun, PP tersebut dituduh akan melemahkan sistem
pengawasan pemerintah/Pemda terhadap aktivitas usaha yang dinilai membahayakan
lingkungan. Pemerintah perlu segera membuat road
map implementasi PP No. 24 Tahun 2018
jika ingin mengimplementasikan secara
efektif sistem perizinan melalui OSS tersebut dengan melakukan bimbingan
tekhnis, sinkronisasi dan harmonisasi kewenangan antar institusi sektoral
maupun antar satuan pemerintahan. Kasus-kasus korupsi politik maupun
“perdagangan” kewenangan hanya bisa diatasi melalui penataan ulang sistem
perizinan guna memutus siklus korupsi perizinan dan rantai perdagangan pengaruh
publik.
Daftar Bacaan
Adrian Sutedi, Hukum Perizinan Dalam Sektor Pelayanan
Publik , Jakarta: Sinar Grafika, 2011,
Philipus
M. Hadjon, Pengantar Hukum Perizinan, Surabaya:
Yuridika, 1993,
W. Riawan
Tjandra, Hukum Administrasi Negara,
Jakarta: Sinar Grafika, 2018.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar