Minggu, 03 Mei 2020


Problematika Online Single Submission (OSS):
Antara Kuasa Modal dan Pengendalian Usaha

Oleh: Dr. W. Riawan Tjandra, S.H., M.Hum.
Pengajar Hukum Administrasi Negara FH Universitas Atma Jaya Yogyakarta


            Lahirnya PP No. 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perijinan perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik, telah menimbulkan pro dan kontra, baik di kalangan pelaku usaha maupun birokrasi pemerintah sendiri. Pelaku usaha mempertanyakan efektivitas dari sistem perijinan model tersebut dalam menjamin kelancaran administratif proses investasi yang selama ini tersandera oleh tangan-tangan sektoral birokrasi pemerintah. Namun, di sisi lain, lahirnya sistem perizinan tersebut juga menimbulkan polemic di kalangan aparat birokrasi pemerintah sendiri, mulai dari yang kebingunan dengan sistem perijinan OSS tersebut sampai yang resisten atau menolak sistem OSS tersebut.  Lahirnya sistem perizinan OSS tersebut menimbulkan kecemasan di kalangan aparat birokrasi yang merasa kewenangannya “dirampas” dari tangannya oleh sistem OSS tersebut.
            Maraknya Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK terhadap sejumlah pejabat daerah baik di lingkungan Pemerintah Daerah maupun DPRD seperti yang beberapa saat berselang terjadi di Bekasi dengan melibatkan Bupati, pejabat organisasi perangkat daerah dan oknum dari korporasi pengembang properti, memperlihatkan rendahnya integritas sistem pelayanan publik di daerah. Berbagai kasus korupsi yang menjerat para pejabat daerah pada umumnya disebabkan suap/gratifikasi yang bersumber dari “perdagangan” perizinan di daerah, jual beli jabatan maupun suap proyek pengadaan barang dan jasa.. Para pejabat daerah yang menjadi ujung tombak otonomi daerah telah menyimpang jauh dari amanah reformasi politik 1998 dan kepercayaan rakyat yang telah memilihnya untuk menjadi pemimpin dan teladan bagi rakyat di daerah. Elite-elite politik yang terpilih karena kapasitas politik maupun kepemimpinannya tak tahan atas godaan untuk “memperdagangkan” kewenangan yang dimilikinya yang sejatinya harus dipertanggungjawabkan kepada Tuhan dan rakyat pemilihnya.
Pengertian Izin dalam Hukum Administrasi Negara
            Sebagai konsekuensi otonomi daerah, sistem perizinan yang terletak di ranah urusan pemerintahan konkuren menurut UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah didistribusikan secara bertingkat antara Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota. Secara teoretis, di ranah Hukum Administrasi Negara, izin merupakan instrumen pemerintahan yang paling banyak dipergunakan sebagai sarana untuk mengatur/mengendalikan aktivitas subyek hukum perorangan maupun korporasi (Spelt, dkk : 1993).
Spelt dan ten Berge sebagaimana dikutip oleh Hadjon (1993), sejatinya memaknai izin sebagai suatu tindakan pemerintah untuk memperkenankan aktivitas dilakukan seseorang atau korporasi yang bertitiktolak dari suatu ketentuan dalam undang-undang yang melarangnya. Pemaknaan izin semacam itu sesungguhnya ingin menekankan bahwa izin merupakan sarana pengawasan aktivitas masyarakat yang hanya boleh diterbitkan oleh pemerintah melalui sejumlah kriteria dan persyaratan yang ketat. Izin sering dikaitkan dengan proteksi atas lingkungan, mencegah gangguan sosial maupun dampak aktivitas yang bisa menimbulkan bahaya bagi masyarakat.
Perizinan adalah pemberian legalitas kepada seseorang atau pelaku  usaha/kegiatan tertentu, baik dalam bentuk izin maupun tanda daftar usaha. Izin ialah salah satu  instrumen yang  paling banyak digunakan dalam hukum administrasi, untuk  mengemudikan tingkah laku para warga (Hadjon, 1993). Secara umum tujuan dan fungsi dari perizinan adalah untuk  pengendalian dari  aktivitas-aktivitas pemerintah terkait ketentuan-ketentuan yang berisi pedoman yang harus dilaksanakan baik oleh yang berkepentingan ataupun oleh pejabat  yang diberi kewenangan Tujuan dari perizinan dapat dilihat dari dua sisi yaitu (Adrian Sutedi: 2011:  200): a). Dari si si pemerintah. Melalui sisi pemerintah tujuan pemberian izin adalah :1) Untuk melaksanakan peraturan Apakah ketentuan - ketentuan yang termuat dalam peraturan tersebut sesuai dengan  kenyataan dalam praktiknya atau tidak dan sekalipun untuk mengatur ketertiban; 2). Sebagai sumber pendapatan daerah. Dengan  adanya permintaan permohonan izin, maka secara langsung pendapatan  pemerintah akan bertambah karena setiap izin yang dikeluarkan pemohon harus  membayar retribusi dahulu. Semakin banyak pula pendapatan di bidang retribusi  tujuan akhirnya yaitu untuk membiayai pembangunan.b). Dari sisi masyarakat Adapun dari sisi masyarakat tujuan pemberian izin itu adalah sebagai berikut. 1). Untuk adanya kepastian hukum; 2). Untuk adanya kepastian hak; 3). Untuk mendapatkan fasilitas setelah bangunan yang didirkan mempunyai izin. Dengan mengikatkan tindakan-tindakan pada suatu system perizinan, pembuatan undang-undang dapat mengejar berbagai tujuan dari izin.
Adapun motif-motif untuk menggunakan system izin dapat berupa (Hadjon, 1993: 4):  a). Mengendalikan perilaku warga; b). Mencegah  bahaya bagi lingkungan hidup; c). Melindungi objek-objek tertentu; d) Membagi sumber daya yang terbatas; e). Mengarahkan aktivitas

Izin sebagai Instrumen Perdagangan Pengaruh
            Desain pembagian kewenangan yang bersumber dari pembagian kewenangan konkuren antar satuan pemerintahan (pusat, provinsi dan kabupaten/kota) meskipun oleh UU Pemda maupun UU Pelayanan Publik diletakkan sebagai ujung tombak sistem pelayanan publik, ternyata justru menjadi instrumen untuk “memperdagangkan” kewenangan publik dan pengaruh (trading in influence). Korporasi yang terdesak oleh tuntutan efisiensi dan mengejar profit dalam siklus perputaran modal, seringkali dipaksa (meskipun tak jarang juga memaksa) untuk menjadi pihak dalam transaksi kewenangan dan pengaruh publik tersebut. Akibatnya, terjadilah transaksi kewenangan publik dalam “memperdagangkan” perizinan tersebut yang dibarter dengan uang pelicin untuk memperlancar terbitnya izin lokasi, izin usaha dan berbagai jenis izin lainnya. Namun, memang harus dicatat bahwa tak semua pejabat daerah mau dibeli dengan uang suap maupun memperdagangkan kewenangan maupun pengaruh.
            Fenomena maraknya kasus suap/gratifikasi yang dilakukan oleh oknum-oknum pejabat di daerah maupun korporasi, tampaknya memberikan momentum bagi implementasi efektif PP No. 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik yang dilahirkan dari konsep Online Single Submission (OSS). Melalui OSS tersebut pelaku usaha diberikan ruang otonom untuk mendaftarkan dan mengurus penerbitan izin usaha dan izin komersial/operasional secara on line melalui sistem perizinan terintegrasi.



Gambar 1




Sistem Online Single Submission
Sistem OSS tersebut merupakan bagian dari langkah pemerintah untuk melaksanakan reformasi sektoralisme perizinan berusaha. Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik atau Online Single Submission yang selanjutnya disingkat OSS adalah Perizinan Berusaha yang diterbitkan oleh lembaga OSS untuk dan atas nama menteri, pimpinan lembaga, gubernur, atau bupati/wali kota kepada Pelaku Usaha melalui sistem elektronik yang terintegrasi.Menurut PP  No. 24 Tahun 2018 tersebut,  sistem OSS ingin dijadikan sebagai gerbang (gateway) dari sistem pelayanan perizinan pemerintahan yang telah ada di Kementerian/lembaga dan Pemerintah Daerah. Pemerintah diberikan tanggung jawab untuk membangun, mengembangkan dan mengimplementasikan sistem OSS. Sistem OSS dinisbahkan untuk menjadi acuan utama (single reference) dalam pelaksanaan perizinan berusaha. Kementerian/lembaga maupun Pemerintah Daerah diwajibkan untuk membentuk lembaga OSS sebagai semacam gugus tugas (task force) yang diberikan kewenangan untuk mengelola sistem perizinan berusaha secara terintegrasi. Dengan sistem perizinan melalui OSS diharapkan dapat mengurangi interaksi fisik antara pemohon ijin (perorangan maupun korporasi) dengan pejabat pemerintah/daerah yang selama ini sering menjadi pintu masuk bagi terjadinya “perdagangan” izin maupun kewenangan publik antara oknum pejabat dengan pihak pemohon izin.
Pada dasarnya Kebijakan Percepatan Pelaksanaan Berusaha (Perpres No. 91/2017) dan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2018, untuk : a. Mempercepat pelayanan perizinan berusaha melalui penerapan Sistem Pelayanan Perizinan Terintegrasi Secara Elektronik (Online Single Submission/OSS); b. Memberikan fasilitas sistem checklist (hutang perizinan) di kawasan-kawasan ekonomi; c. Menerapkan sistem data sharing. Untuk menjaga efektivitas dan kepastian pelaksanaan berusaha dibentuk satgas-satgas (leading sector dan pendukung) di K/L, Provinsi, Kabupaten/Kota. Guna mendukung kemudahan pelaksanaan berusaha dilakukan reformasi regulasi. Semua pelayanan perizinan berusaha hanya dilakukan melalui PTSP (BKPM, DPM-PTSP Provinsi, dan DPM-PTSP Kabupaten/Kota) yang dikawal dan dibantu penyelesaiannya oleh Satgas (K/L, Provinsi, Kabupaten/Kota).
Gambar 2


Perizinan Berusaha diterbitkan oleh menteri, pimpinan lembaga, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai kewenangannya. Perizinan Berusaha  tersebut termasuk Perizinan Berusaha yang kewenangan penerbitannya telah dilimpahkan atau didelegasikan kepada pejabat lainnya. Pelaksanaan kewenangan penerbitan Perizinan Berusaha itu termasuk penerbitan dokumen lain yang berkaitan dengan Perizinan Berusaha wajib dilakukan melalui Lembaga oss. Lembaga OSS berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah  tersebut untuk dan atas nama menteri, pimpinan lembaga, gubernur, atau bupati/wali kota menerbitkan Perizinan Berusaha. Penerbitan Perizinan Berusaha oleh Lembaga OSS dilakukan dalam bentuk Dokumen Elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang informasi dan transaksi elektronik. Pelaku Usaha melakukan Pendaftaran untuk kegiatan berusaha dengan cara mengakses laman OSS.
Cara mengakses laman OSS itu  dilakukan dengan cara memasukkan: a. NIK dalam hal Pelaku Usaha merupakan perseorangan; b. nomor pengesahan akta pendirian atau nomor pendaftaran perseroan terbatas, yayasan/badan usaha yang didirikan oleh yayasan, koperasi, persekutuan komanditer (commanditaire vennootschap), persekutuan lirma (venootschap onder firma\, atau persekutuan perdata; c. dasar hukum pembentukan perusahaan umum, perusahaan umum daerah, badan hukum lainnya yang dimiliki oleh negara, lembaga penyiaran publik, atau badan layanan umum. Pelaku Usaha perseorangan yang telah mendapatkan akses dalam laman OSS, melakukan Pendaftaran dengan mengisi data paling sedikit: a. nama dan NIK; b. alamat tempat tinggal; c. bidang usaha; d. lokasi penanaman modal; e. besaran rencana penanaman modal; f. rencana penggunaan tenaga kerja; g. nomor kontak usaha dan/ atau kegiatan; h. rencana permintaan fasilitas fiskal, kepabeanan, dan/ atau fasilitas lainnya; dan i. NPWP Pelaku Usaha perseorangan.
Pelaku Usaha non perseorangan yang telah mendapatkan akses dalam laman OSS, melakukan Pendaftaran dengan mengisi data paiing sedikit: a. nama dan/ atau nomor pengesahan akta pendirian atau nomor pendaftaran; b. bidang usaha; c. jenis penanaman modal; d. negara asal penanaman modal, dalam hal terdapat penanaman modal asing; e. lokasi penanaman modal; f. besaran rencana penanaman modal; g. rencana penggunaan tenaga kerja; h. nomor kontak badan usaha; i. rencana permintaan fasilitas perpajakan,kepabeanan, dan/ atau fasilitas lainnya; j. NPWP Pelaku Usaha non perseorangan; dan k. NIK penanggung jawab usaha dan/ atau kegiatan. Dalam hal Pelaku Usaha yang melakukan Pendaftaran tersebut belum memiliki NPWP, OSS memproses pemberian NPWP. Lembaga OSS menerbitkan NIB setelah Pelaku Usaha melakukan Pendaftaran melalui pengisian data secara lengkap dan mendapatkan NPWP. NIB itu merupakan identitas berusaha dan digunakan oleh Pelaku Usaha untuk mendapatkan Izin Usaha dan Izin Komersial atau Operasional termasuk untuk pemenuhan persyaratan Izin Usaha dan Izin Komersial atau Operasional. NIB tersebut  berlaku selama Pelaku Usaha menjalankan usaha dan/atau kegiatannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. NIB itu dicabut dan dinyatakan tidak berlaku oleh Lembaga OSS dalam hal: a. Pelaku Usaha melakukan usaha dan/atau kegiatan yang tidak sesuai dengan NIB; dan/atau b. dinyatakan batal atau tidak sah berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Lembaga OSS setelah menerbitkan NIB  sekaligus memberikan informasi mengenai fasilitas fiskal yang akan didapat oleh Pelaku Usaha sesuai bidang usaha dan besaran rencana penanaman modal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan pemberian fasilitas fiskal dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pelaku Usaha dalam perizinan OSS terdiri atas: a. Pelaku Usaha yang tidak memerlukan prasarana untuk menjalankan usaha dan/ atau kegiatan; atau b. Pelaku Usaha yang memerlukan prasarana untuk menjalankan usaha dan/atau kegiatan. Pelaku Usaha yang memerlukan prasarana untuk menjalankan usaha dan/atau kegiatan terdiri atas: a. Pelaku Usaha yang telah memiliki atau menguasai prasarana; atau b. Pelaku Usaha yang belum memiliki atau menguasai prasarana. Lembaga OSS menerbitkan Izin Usaha berdasarkan Komitmen kepada: a. Pelaku Usaha yang tidak memerlukan prasarana untuk menjalankan usaha dan/atau kegiatan dan Pelaku Usaha yang memerlukan prasarana untuk menjalankan usaha dan/ atau kegiatan dan telah memiiiki atau menguasai prasarana. Lembaga OSS menerbitkan Izin Usaha berdasarkan Komitmen kepada Peiaku Usaha yang memerlukan prasarana untuk menjalankan usaha dan/atau kegiatan tetapi belum memiliki atau menguasai prasarana setelah Lembaga OSS menerbitkan: a. lzin lokasi; b. lzin Lokasi Perairan; c. Izin Lingkungan; dan/atau d. IMB, berdasarkan Komitmen. Izin Lokas diterbitkan oleh Lembaga OSS tanpa Komitmen dalam hal: a. tanah lokasi usaha dan/atau kegiatan terletak di lokasi yang telah sesuai peruntukannya menurut RDTR dan/atau rencana umum tata ruang kawasan perkotaan; b. tanah lokasi usaha dan/atau kegiatan terletak di lokasi kawasan ekonomi khusus, kawasan industri, serta kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas; c. tanah lokasi usaha dan/ atau kegiatan merupakan tanah yang sudah dikuasai oleh Pelaku Usaha lain yang telah mendapatkan Izin Lokasi dan akan digunakan oleh Pelaku Usaha; d. tanah lokasi usaha dan/atau kegiatan berasai dari otorita atau badan penyelenggara pengembangan suatu kawasan sesuai dengan rencana tata ruang kawasan pengembangan tersebut; e. tanah lokasi usaha dan/ atau kegiatan diperlukan untuk perluasan usaha yang sudah berjalan dan letak tanahnya berbatasan dengan lokasi usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan; f. tanah lokasi usaha dan/atau kegiatan yang diperlukan untuk melaksanakan rencana Perizinan Berusaha tidak lebih dari: l) 25 ha (dua puluh lima hektare) untuk usaha dan/ atau kegiatan Pertanian; 2) 5 ha (lima hektare) untuk pembangunan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah; atau 3) 1 ha (satu hektare) untuk usaha dan/atau kegiatan bukan pertanian; atau g. tanah lokasi usaha dan/atau kegiatan yang akan dipergunakan untuk proyek strategis nasional. Dalam hal Pelaku Usaha yang telah mendapatkan Izin Lokasi akan menggunakan atau memanfaatkan tanah, Pelaku Usaha mengajukan pertimbangan teknis pertanahan kepada kantor pertanahan tempat lokasi usaha dan/atau kegiatan melalui sistem OSS. Kantor pertanahan tersebut  melakukan pemeriksaan dan / atau inventarisasi atas lokasi yang telah diberikan Izin Lokasi. Berdasarkan pemeriksaan dan/atau inventarisasi, kantor pertanahan menyampaikan pertimbangan teknis kepada Pelaku Usaha paling lama 10 (sepuluh) Hari terhitung sejak pengajuan pertimbangan teknis diterima dari sistem OSS. Dalam hal kantor pertanahan tidak menyampaikan pertimbangan teknis dalam jangka waktu tersebut, kantor pertanahan dimaksud dianggap telah memberikan persetujuan pertimbangan teknis.
Izin Lingkungan tidak dipersyaratkan untuk penerbitan Izin Usaha dalam hal: a. lokasi usaha dan/atau kegiatan berada dalam kawasan ekonomi khusus, kawasan industri, atau kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas; atau b. usaha dan/atau kegiatan merupakan usaha mikro dan kecil, usaha dan/atau kegiatan yang tidak wajib memiliki Amdal, atau usaha dan/atau kegiatan yang tidak wajib memiliki UKL-UPL. Pelaku Usaha yang lokasi usaha dan/atau kegiatan berada dalam kawasan ekonomi khusus, kawasan industri, atau kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas  menyusun RKL-RPL rinci berdasarkan RKL-RPL kawasan.
RKL-RPL rinci harus disetujui oleh pengelola kawasan. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pengawasan atas RKL-RPL rinci diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Usaha dan/atau kegiatan yang merupakan usaha mikro dan kecil dan usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki UKL-UPL ditetapkan oleh gubernur atau bupati/wali kota berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
IMB  tidak dipersyaratkan untuk penerbitan Izin Usaha dalam hal bangunan gedung: a. berada dalam kawasan ekonomi khusus, kawasan industri, atau kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas, sepanjang pengelola kawasan telah menetapkan pedoman bangunan (estate regulation). b. merupakan proyek pemerintah atau proyek strategis nasional sepanjang telah ditetapkan badan usaha pemenang lelang atau badan usaha yang ditugaskan untuk melaksanakan proyek pemerintah atau proyek strategis nasional.
Izin Usaha berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia. Pelaku Usaha yang telah mendapatkan Izin Usaha dan akan mengembangkan usaha dan/atau kegiatan di wilayah lain, harus tetap memenuhi persyaratan lzirr Lokasi, Izin Lokasi Perairan, Izin Lingkungan, dan IMB di masing-masing wilayah tersebut.
Pelaku Usaha yang telah mendapatkan Izin Usaha dapat melakukan kegiatan: a. pengadaan tanah; b. perubahan luas lahan; c. pembangunan bangu.nan gedung dan pengoperasiannya; d. pengadaan peralatan atau sarana; e. pengadaan sumber daYa manusia; f. penyelesaian sertihkasi atau kelaikan; g. pelaksanaan uji coba produksi (commisioning); dan/atau h. pelaksanaanproduksi.Pelaku Usaha yang telah mendapatkan Izin Usaha namun belum menyelesaikan: a. Amdal; dan/atau b. rencana teknis bangunan gedung, belum dapat melakukan kegiatan pembangunan bangunan gedung.
Lembaga OSS menerbitkan Izin Komersial atau Operasional berdasarkan Komitmen untuk memenuhi: a. standar, sertifikat, dan/atau lisensi; dan/atau b. pendaftaranbarang/jasa, sesuai dengan jenis produk dan/atau jasa yang dikomersialkan oleh Pelaku Usaha melalui sistem OSS. Lembaga OSS membatalkan lzin Usaha yang sudah diterbitkan dalam hal Pelaku Usaha tidak menyelesaikan pemenuhan Komitmen dan/ atau lzin Komersial atau Operasional. Izin Usaha dan/atau Izin Komersial atau Operasional berlaku efektif setelah Pelaku Usaha menyelesaikan Komitmen dan melakukan pembayaran biaya Perizinan Berusaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-udangan.
Pelaku Usaha wajib memenuhi Komitmen lzin Lingkungan yang telah diterbitkan oleh Lembaga OSS dengan melengkapi: a. UKL-UPL; atau b. dokumen Amdal. Pelaku Usaha wajib melengkapi dokumen Amdal. Penyusunan dokumen Amdal tersebut harus mulai dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak l,embaga OSS menerbitkan lzin Lingkungan. Dokumen Amdal dilakukan melalui kegiatan: a. penyusunan Amdal dan RKL-RPL; b. penilaian Amdal dan RKL-RPL; dan c. keputusan kelayakan. Pelaku Usaha dalam pennyusunan dokumen Amdal mengikutsertakan masyarakat yang terkena dampak. Pelaku Usaha selain mengikutsertakan masyarakat yang terkena dampak, dapat pula melibatkan pemerhati lingkungan hidup. Pengikutsertaan masyarakat dan/atau pemerhati lingkungan hidup dilaliukan melalui: a. pengumuman rencana usaha dan/atau kegiatan; dan b. konsultasi publik. Pengumuman rencana usaha dan/atau kegiatan dilakukan melalui laman OSS, media massa, dan/atau pada lokasi usaha dan/atau kegiatan.
Dalam hal Pelaku Usaha dalam usaha dan/atau kegiatannya akan membangun pusat kegiatan, permukiman, dan infrastruktur yang akan menimbulkan gangguan keamanan, keselamatan, ketertiban, dan
kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan, penyusunan dokumen Amdal atau UKL-UPL sekaligus dilakukan
dengan pen)rusunan analisis dampak lalu lintas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang lalu lintas dan angkutan jalan. Hasil analisis dampak lalu lintas yang dimuat dalam Amdal atau UKL-UPL merupakan hasil analisis dampak lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam undang-undang di bidang lalu lintas dan angkutan jalan.
Segala biaya Perizinan Berusaha yang merupakan: a. penerimaan negara bukan pajak; b. bea masuk dan/atau bea keluar; c. cukai; dan/atau d. pajak daerah atau retribusi daerah, wajib dibayar oleh Pelaku Usaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Biaya dibayarkan oleh Pelaku Usaha sebagai bagian dari pemenuhan Komitmen. Peiaku Usaha yang telah meiakukan pembayaran biaya
mengunggah bukti pembayaran ke dalam sistem OSS. Pelaksanaan pembayaran biaya tersebut dapat difasilitasi melalui sistem OSS. Pelaku Usaha yang tidak melakukan kewajiban pembayaran biaya terebut, Izin Usaha dan Izin Komersial atau Operasional yang telah diberikan dinyatakan batal. Izin Usaha berlaku selama Pelaku Usaha menjalankan usaha dan/atau kegiatannya, kecuali diatur lain dalam undang-undang. Izin Komersial atau Operasional berlaku sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur masing-masing izin.

Dukungan Pemerintah/Pemerintah Daerah
Kementerian, lembaga, dan/atau Pemerintah Daerah wajib melakukan pengawasan atas: a. pemenuhan Komitmen; b. pemenuhan standar, sertifikasi, lisensi dan/atau pendaftaran; dan/atau c. usaha dan/atau kegiatan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Dalam hal hasil pengawasan ditemukan ketidaksesuaian atau penyimpangan, kementerian, lembaga, dan/atau Pemerintah Daerah mengambil tindakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.Tindakan itu dapat berupa: a. peringatan; b. penghentian sementara kegiatan berrrsaha; c. pengenaan denda administratif; dan/atau
d. pencabutan Perizinan Berusaha, sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Tindakan tersebut disampaikan melalui sistem OSS oleh kementerian, lembaga, dan/atau Pemerintah Daerah kepada Lembaga OSS. Lembaga OSS berdasarkan penyampaian kementerian, lembaga, dan/atau Pemerintah Daerah melakukan penghentian sementara atau pencabutan Perizinan Berusaha.
Dalam rangka percepatan pelayanan berusaha melalui sistem OSS dilakukan reformasi peraturan Perizinan Berusaha. Reformasi peraturan Perizinan Berusaha itu meliputi: a. pengaturan kembali jenis perizinan, pendaftaran, rekomendasi, persetujuan, penetapan, standar, sertilikasi, atau lisensi; b. penahapan untuk memperoleh perizinan; dan c. pemberlakuan Komitmen pemenuhan persyaratan. Pengaturan kembali jenis perizinan, pendaftaran, rekomendasi, persetujuan, penetapan, standar, sertifikasi, atau lisensi tersebut dilakukan melalui: a. pengklasifikasian; b. penghapusan; c. penggabungan; d. perubahan nomenklatur; atau e. penyesuaian persyaratan.
Pemerintah Pusat membangun, mengembangkan, dan mengoperasionalkan sistem OSS. Sistem OSS terintegrasi dan menjadi gerbang (gateway) dari sistem pelayanan pemerintahan yang telah ada pada
kementerian/lembaga dan Pemerintah Daerah. Sistem OSS menjadi acuan utama (single reference) dalam pelaksanaan Perizinan Berusaha. Dalam hal kementerian, lembaga, Pemerintah Daerah provinsi, atau Pemerintah Daerah kabupaten/kota memiliki lebih dari 1 (satu) sistem perizinan elektronik, maka sistem OSS melakukan integrasi pada 1 (satu) pintu sistem perizinan elektronik yang ditentukan oleh kementerian, lembaga, Pemerintah Daerah provinsi, atau Pemerintah Daerah kabupaten/ kota.
Kementerian/lembaga, Pemerintah Daerah provinsi, dan Pemerintah Daerah kabupaten/kota menggunakan sistem OSS dalam rangka pemberian Perizinan Berusaha yang menjadi kewenangannya masing-masing. Penggunaan sistem OSS mengikuti standar integrasi sistem OSS. Standar integrasi sistem OSS mencakup paling sedikit: a. standar otentikasi dan pengaturan hak akses dari dan ke sistem OSS; b. standar elemen data perizinan antar sistem Perizinan Berusaha dengan sistem OSS; c. standar model integrasi antar sistem Perizinan Berusaha dengan sistem OSS; d. standar keamanan bersama dan tanda tangan digital antar sistem Perizinan Berusaha dengan sistem OSS; Dan e. standar seruice leuel agreement antar sistem Perizitan Berusaha dengan sistem OSS. Penetapan kelayakan standardisasi integrasi sistem OSS dilakukan melalui proses uji kelayakan integrasi, yang meliputi proses penelaahan teknis dan operasi atas aspek yang mencakup: a. kelayakan spesifikasi standar teknis aplikasi dan data; c. Kelayakan standar prosedur operasi dan bisnis proses; kelayakan standar infrastruktur sistem perizinan; dan d. kelayakan standar dukungan layanan. Kelayakan standardisasi integrasi sistem OSS dituangkan dalam bentuk sertifikasi uji laik integrasi. Sertifkat uji iaik integrasi ditetapkan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informatika. Lembaga OSS berdasarkan PP No. 24 Tahun 2018, berwenang untuk: a. menerbitkan Perizinan Berusaha melalui sistem OSS; b. menetapkan kebijakan pelaksanaan peitzinan Berusaha melalui sistem OSS; c. menetapkan petunjuk pelaksanaan penerbitan Perizinan Berusaha pada sistem OSS; d. mengelola dan mengembangkan sistem OSS; dan e. bekerja sama dengan pihak lain dalam pelaksanaan, pengelolaan, dan pengembangan sistem OSS. Pelaksanaan kewenangan tersebut dilakukan dengan berkoordinasi dengan menteri, pimpinan lembaga, gubernur, dan/atau bupati/wali kota. Koordinasi difasilitasi oleh menteri koordinator yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perekonomian.




Gambar 3


           
Akselerasi perizinan berusaha maupun perizinan komersial/operasional melalui OSS tidak dimaksudkan untuk mengabaikan sejumlah persyaratan pokok dalam perizinan tertentu seperti dokumen UKL-UPL ataupun Amdal jika terkait dengan izin lingkungan. Dengan demikian OSS hanya dimaksudkan untuk mempermudah proses bagi pihak pemohon izin dalam mendaftarkan maupun mengurus izin karena Pemerintah telah mengintegrasikan sistem perizinan sektoral tersebut yang dikelola oleh lembaga OSS. Namun, tidak mengurangi kualitas dan tingkat kecermatan dalam melaksanakan pengawasan terhadap aktivitas pemohon izin karena seluruh persyaratan yang diperlukan dalam pengajuan izin tetap harus dipenuhi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengaturnya selama ini.








Gambar 4


Selama ini ternyata masih ada cukup banyak pejabat di kementerian/lembaga maupun Pemerintah Daerah yang belum cukup memahami atau bahkan resisten jika kewenangannya diambilalih oleh lembaga OSS yang dibentuk berdasarkan PP No. 24 Tahun 2018 tersebut. Masih ada pejabat yang menduga bahwa lembaga OSS tersebut “mengambil paksa” kewenangan yang telah diatribusikan melalui pembagian kewenangan konkuren maupun sektoral di berbagai undang-undang, meskipun lampiran dari PP tersebut telah membuat klasifikasi dari sejumlah kewenangan perizinan yang dikelola melalui sistem OSS. Di sisi lain, terdapat kritik bahwa PP yang mengatur mengenai OSS tidak hanya sekedar merupakan peraturan pelaksanaan dari UU, namun, ada kesan membentuk norma hukum baru yang seharusnya diletakkan sebagai materi muatan UU.
Ada kekhawatiran pula bahwa OSS yang memudahkan pelaku usaha untuk mendapatkan izin, bahkan sebelum persyaratan-persyaratan yang diperlukan bagi terbitnya izin belum dipenuhi oleh pemohon izin bisa digantikan sementara dengan komitmen untuk memenuhi persyaratan dengan izin bisa didapatkan terlebih dahulu, telah mengubah izin sebagai instrumen pengendalian dan pengawasan menjadi sekadar instrumen administratif saja bagi aktivitas usaha. Meskipun diterbutkannya PP No. 24 Tahun 2018 diduga akan dijadikan sebagai omnibus regulation yang diharapkan dapat memperbaiki disparitas antar berbagai kewenangan sektoral, namun, PP tersebut dituduh akan melemahkan sistem pengawasan pemerintah/Pemda terhadap aktivitas usaha yang dinilai membahayakan lingkungan. Pemerintah perlu segera membuat road map implementasi PP No. 24 Tahun 2018 jika ingin mengimplementasikan secara efektif sistem perizinan melalui OSS tersebut dengan melakukan bimbingan tekhnis, sinkronisasi dan harmonisasi kewenangan antar institusi sektoral maupun antar satuan pemerintahan. Kasus-kasus korupsi politik maupun “perdagangan” kewenangan hanya bisa diatasi melalui penataan ulang sistem perizinan guna memutus siklus korupsi perizinan dan rantai perdagangan pengaruh publik.

Daftar Bacaan

Adrian Sutedi, Hukum Perizinan Dalam Sektor Pelayanan Publik , Jakarta: Sinar Grafika, 2011,
Philipus M. Hadjon,  Pengantar Hukum Perizinan,  Surabaya: Yuridika,  1993,

W. Riawan Tjandra, Hukum Administrasi Negara, Jakarta: Sinar Grafika, 2018.


Tidak ada komentar:

New Normal Di Tengah Pandemi Covid-19 Oleh: W. Riawan Tjandra Pengajar pada FH Universitas Atma Jaya Yogyakarta             Kebij...