Selasa, 26 Mei 2020


Pemerintahan Pasca Covid-19

Oleh: W. RIAWAN TJANDRA
Pengajar Hukum Administrasi Negara FH Universitas Atma Jaya Yogyakarta

            Pandemi Covid-19 memaksa banyak kalangan untuk beradaptasi sekaligus berinovasi sambil melakukan sejumlah langkah pencegahan agar tak terpapar virus asal Wuhan itu. Berbagai regulasi dan kebijakan yang dikeluarkan oleh sektor publik sejatinya menjadi penanda dimulainya era baru pengelolaan aktivitas pemerintahan baik pada tataran regulasi maupun implementasi.
            Dikeluarkannya Perppu No. 1 Tahun 2020 yang telah disetujui DPR dan pada tanggal 16 Mei 1969 disahkan menjadi UU No. 2 Tahun 2020, sesungguhnya menghadirkan sejumlah inspirasi dan inovasi. Pertama, pentingnya sinergi antarelemen sektor publik, dalam UU No. 2 Tahun 2020 disebutkan elemen-elemen tersebut adalah Pemerintah (Pusat/Daerah), Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, Komite Stabilitas Sistem Keuangan dan Lembaga Penjamin Simpanan. Sinergi kebijakan fiskal dan moneter dalam mengatasi kondisi krisis ekonomi dinilai menjadi kunci bagi pemulihan kondisi perekonomian nasional sebagai akibat bencana nonalam. Kedua, integrasi konsep tentang mitigasi resiko dalam desain penganggaran dan pembiayaan selanjutnya harus menjadi acuan dalam setiap penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA). Kedua, integrasi protokol kesehatan dalam sejumlah kebijakan penganggaran, pengadaan barang/jasa, moneter, fiskal, perdagangan dan lain-lain.
            Pengalaman mengelola pemerintahan di masa pandemi Covid-19 ini oleh para ahli filsafat Yunani digolongkan sebagai pengalaman yang diperoleh melalui panca indera dan bersifat aktif, karena diperoleh secara intelektual dengan melibatkan pengalaman serta observasi. Hal ini berbeda dengan pengalaman sejati yang diperoleh melalui akal budi yang bersifat pasif (Van Peursen: 1991). Pengalaman yang diperoleh secara empiris melalui panca indera seringkali tak beraturan, berbeda dengan pengalaman yang diolah melalui akal budi yang relatif stabil. Mengelola pemerintahan di masa pandemi Covid-19 telah mengubah cara-cara mengelola pemerintahan, tidak hanya di Indonesia,  tetapi juga di banyak negara terdampak, bahwa pemerintah bisa saja menghadapi kondisi yang berubah secara cepat dan mendadak sehingga membutuhkan kemampuan untuk beradaptasi dan melakukan sejumlah inovasi.
            Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Gehebreyesus, pernah mengingatkan bahwa perkembangan pandemi Covid-19 di seluruh dunia saat ini masih jauh dari berakhir dan bisa berlangsung cukup lama (28/4/2020).  Sinyalemen itu mengharuskan setiap negara, termasuk Indonesia, untuk bisa mengambil langkah-langkah antisipatif dan kreatif. Perubahan dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan perlu dilakukan baik di ranah struktur organisasi, kebijakan maupun tata kerja organisasi. Di ranah struktur organisasi, perlunya integrasi protokol kesehatan tentunya mengharuskan perubahan pada desain struktur organisasi agar menjadi efektif, efisien epat mengambil mengambil keputusan dan responsif terhadap persyaratan protokol kesehatan. Pada level kebijakan, pengambilan kebijakan publik pada batas-batas tertentu perlu melibatkan para ahli kesehatan dan gugus tugas Covid-19 yang telah dibentuk di pusat maupun daerah. Tata kerja organisasi juga harus beradaptasi dengan melakukan sejumlah inovasi. Misalnya, ketika terkait dengan pengadaan barang/jasa oleh Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa di setiap kementerian, lembaga maupun pemerintahan daerah, protokol kesehatan harus diintegrasikan dalam hal memberikan batasan relasi fisik antara pengguna (sektor publik) dan penyedia (swasta/BUMN), penggunaan dan pemeriksaan dokumen fisik dan lain-lain.
            Dalam menghadapi kondisi pandemi Covid-19 setiap subyek harus mengambil jarak dari kondisi yang mengancam dirinya. Hal itu akan menjadikannya untuk mengambil sikap hening dan reflektif agar mampu membuka diri pada pikiran-pikiran baru yang kreatif. Manusia selama ini telah menggeser paradigma kosmosentris yang menempatkan manusia sebagai bagian dari kosmos yang dipandang sakral, menjadi antroposentris yang hanya mengandalkan subyektivitas dan akal budinya, sehingga menyebabkan pola relasi antara manusia dengan alam cenderung bersifat subordinatif/dominatif. Kini, manusia dipaksa untuk memposisikan dirinya kembali sebagai elemen dari kosmos/alam. Sejumlah perubahan “radikal” perlu dilakukan dalam mengelola sistem pemerintahan di era pasca Covid-19 melalui sejumlah inovasi di hulu dan hilir kebijakan pada sektor publik. Covid-19 seharusnya tak hanya menjadi bencana, tetapi mengubah paradigma.
                                                                                                                 

Tidak ada komentar:

New Normal Di Tengah Pandemi Covid-19 Oleh: W. Riawan Tjandra Pengajar pada FH Universitas Atma Jaya Yogyakarta             Kebij...