Peranan Peraturan Kebijakan (Policy Rule) Dalam Mengatasi
Pandemi Covid-19
Oleh:
W. Riawan Tjandra
Pengajar Hukum Administrasi
Negara pada FH Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Peran pemerintah di berbagai negara,
termasuk di Indonesia, seakan-akan diuji kapasitas dan efektivitasnya dalam
menanggulangi pandemi covid-19.
Konon, pemerintah akan semakin meningkat kualitasnya jika mampu lolos dari “ujian”
ini untuk mengatasi pandemi covid-19
ini secara tepat, cepat dan akurat. Jika mencermati langkah-langkah yang
dilakukan pemerintah Indonesia dalam menghadapi pandemi covid-19 ini terlihat pemerintah berupaya untuk memadukan
penggunaan kewenangan regulasi, peraturan kebijakan (policy rule) dan perangkat birokrasi sebagai organ pelaksana
kebijakan.
Tak lama setelah menilai bahwa terjadi
peningkatan jumlah korban yang terpapar covid-19
yang semakin membahayakan, segera Presiden menetapkan Perppu No. 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara Dan
Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Covid-19 Dan/Atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman Yang Membahayakan
Perekonomian Nasional Dan/Atau Stabilitas Sistem Keuangan. Perppu itu meskipun
setelah disetujui oleh DPR menjadi UU menjadi bagian dari hierarkhi peraturan
perundang-undangan, namun, landasan kewenangan pembentukannya sesungguhnya bisa
dikatakan didasarkan atas kewenangan diskresi konstitusional yang merupakan implementasi
dari Pasal 5 (executive power) dan Pasal 22 (extraordinary power) UUD Negara RI 1945 yang keduanya melekat pada
presiden dalam sistem pemerintahan presidensial. Dengan kata lain, bisa
dikatakan bahwa landasan pembentukan Perppu tersebut adalah kewenangan diskresi
Presiden dengan produk hukum yang dihasilkan disetingkatkan dengan UU mengingat
konsiderasi pembentukannya yang didasarkan atas kegentingan yang memaksa.
Perppu
No. 1 Tahun 2020 tersebut kemudian menjadi rujukan dari sejumlah produk
peraturan perundang-undangan maupun peraturan kebijakan berikutnya. Meskipun
tak bisa dikatakan cepat, namun, Perppu tersebut masih bisa dikatakan hadir
saat yang tepat, yaitu masih dalam triwulan pertama tahun anggaran 2020. Proses
refocusing dan realokasi APBN/D masih
dapat dilakukan dengan efektif, karena belum terlalu banyak policy pengadaan barang/jasa yang sudah
dieksekusi. Kebanyakan masih pada tahapan proses persiapan pelaksanaan
swakelola maupun pemilihan penyedia.
Hal
yang penting untuk dicermati juga dalam upaya mengefektifkan langkah-langkah kebijakan
pemerintah adalah pembentukan apa yang dalam Hukum Administrasi Negara disebut dengan
peraturan kebijakan (policy rule). Peraturan
Kebijakan bukanlah bagian dari hierarkhi peraturan perundang-undangan dalam
ruang lingkup UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan. Peraturan Kebijakan dibentuk berdasarkan kewenangan
diskresi pemerintah sebagai akibat adanya kebutuhan faktual dan operasional
pemerintah dalam mengeksekusi sejumlah kebijakan penting, tetapi tidak ada
perintah langsung dari undang-undang bagi pemerintah untuk membentuk peraturan
pelaksanaan. Agar eksekusi kebijakan dapat dilaksanakan dengan efektif,
diperlukan pedoman bagi pejabat pemerintah di ranah tekhnis operasional untuk
melaksanakan sejumlah kebijakan operasional penting yang dituangkan ke dalam
peraturan kebijakan.
Beberapa
contoh dari peraturan kebijakan yang dibentuk pada masa pandemi covid-19 yang dinilai memperlancar
penyelenggaraan kewenangan di ranah tekhnis-operasional dapat diuraikan berikut
ini. Pertama, Presiden segera mengeluarkan Inpres No. 4 Tahun 2020 tentang Refocusing Kegiatan, Realokasi Anggaran,
Serta Pengadaan Barang dan Jasa Dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19 sebagai landasan kebijakan
untuk menyesuaikan kebutuhan penanganan pandemi covid-19 secara efektif dengan anggaran yang tersedia dalam APBN
tahun 2020. Langkah mengeluarkan kebijakan ini dinilai tepat, mengingat
kebutuhan APD, rumah sakit darurat untuk menangani pasien-pasien yang terpapar covid-19, obat-obatan, biaya pendukung
medis, dan lain-lain harus segera tersedia. Inpres tersebut merupakan solusi efektif
menghadapi kondisi darurat covid-19 yang
membutuhkan anggaran yang besar. Selain itu, dampak sosial ekonomi dari kondisi
darurat covid-19 juga harus diatasi melalui kebijakan keuangan negara yang
kemudian mendorong pemerintah untuk mengeluarkan Perppu No. 1 Tahun 2020.
Kedua,
bertitiktolak dari Inpres tersebut, sejumlah peraturan kebijakan menyusul.
Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Pemerintah (LKPP) mengeluarkan SE No. 4 Tahun
2020 yang esensinya mengintegrasikan protokol covid-19 dengan pelaksaaan pembuktian kualifikasi/klarifikasi dan
negosiasi pada proses pemilihan penyedia dalam pengadaan barang/jasa dalam masa
pandemi covid-19. Kebijakan ini penting untuk tetap mengefektifkan proses
pengadaan barang/jasa bagi pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan, khususnya
dalam penanganan covid-19, dengan
tetap menggunakan rujukan protokol covid-19. Tak urung KPK juga mendukung langkah-langkah
penanganan covid-19 dengan
dikeluarkannya SE Ketua KPK No. 8 Tahun 2020 yang mengatur pedoman penggunaan
anggaran dalam pengadaan barang/jasa dalam rangka percepatan penangangan covid-19 dalam rangka pencegahan tindak
pidana korupsi.
Roda
birokrasi di daerah dalam mengatasi kondisi darurat covid-19 juga didukung oleh
dikeluarkannya SE Mendagri No. 440/2622/SJ yang membentuk gugus tugas
percepatan penanganan covid-19 di Daerah. Kebijakan itu sangat penting untuk
melakukan penajaman dan memfokuskan pekerjaan pemerintah daerah dalam menangani
pandemi covid-19 yang meluas di 34
provinsi yang ada di Indonesia.
Ketiga,
berbagai contoh yang dikemukakan di atas memperlihatkan peranan yang sangat
penting dari keberadaan kewenangan yang melekat pada jabatan para pengambil
kebijakan manakala menghadapi kondisi yang harus diatasi secara tepat, namun,
peraturan perundang-undangan tak menyediakan landasan yuridis yang lengkap atau
memerlukan interpretasi dalam pelaksanaan operasionalnya. Peraturan-peraturan
kebijakan yang dapat dikeluarkan pemerintah dalam teori Hukum Administrasi
sangat variatif, bisa berbentuk instruksi, surat edaran, juklak, juknis,
pedoman, pengumuman atau bahkan bisa berupa nota dinas. Peraturan kebijakan
tersebut dalam banyak kasus sangat mendukung implementasi kebijakan pemerintah
secara efektif karena memberikan pedoman yang jelas bagi aparat pemerintah di
ranah tekhnis operasional untuk mengambil tindakan secara bijaksana. Peraturan
kebijakan memang bukan bagian dari hierarkhi peraturan perundang-undangan,
namun, dinilai sangat penting untuk mendukung efektivitas kebijakan pemerintah
dalam mengatasi permasalahan faktual yang membutuhkan respons pemerintah secara
cepat dan tepat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar