Kamis, 14 Mei 2020


Kebijakan Keuangan Negara Dalam Mengatasi Pandemi Covid-19

Oleh: W. Riawan Tjandra
Pengajar Hukum Administrasi Negara pada FH Universitas Atma Jaya Yogyakarta

            Pandemi Covid-19 yang melanda hampir seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia, telah menimbulkan kedaruratan kesehatan, sosial dan ekonomi di banyak negara. Langkah Pemerintah RI dalam mengatasi pandemi Covid-19 dilakukan melalui serangkaian kebijakan struktural untuk menghadapi bahaya penyakit yang mematikan itu.
            Kebijakan yang diambil di sektor keuangan  dilakukan diawali dengan menerbitkan Perppu No. 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara Dan Stabilitas  Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Covid-19 Dan/Atau Dalam Rangka Menghadapi  Ancaman Yang Membahayakan Perekonomian Nasional Dan/Atau Stabilitas Sistem Keuangan. Presiden juga mengeluarkan Inpres No. 4 Tahun 2020 tentang Refocusing Kegiatan, Realokasi Anggaran, Serta Pengadaan Barang dan Jasa Dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19 sebagai landasan kebijakan untuk menyesuaikan kebutuhan penanganan pandemi covid-19 secara efektif dengan anggaran yang tersedia dalam APBN tahun 2020. Langkah mengeluarkan kebijakan ini dinilai tepat, mengingat kebutuhan APD, rumah sakit darurat untuk menangani pasien-pasien yang terpapar covid-19, obat-obatan, biaya pendukung medis, dan lain-lain harus segera tersedia.  Inpres tersebut merupakan solusi darurat dalam menghadapi kondisi darurat covid-19 yang membutuhkan anggaran yang besar. Selain itu, dampak sosial ekonomi dari kondisi darurat covid-19 juga harus diatasi melalui kebijakan keuangan negara yang kemudian mendorong pemerintah untuk mengeluarkan Perppu No. 1 Tahun 2020.
            Terkait lahirnya Perppu No. 1 Tahun 2020, ada sejumlah pihak yang mempertanyakan apakah kebijakan itu tidak melanggar ketentuan Pasal 27 ayat (4) UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang mengatur bahwa dalam keadaan darurat Pemerintah dapat melakukan pengeluaran yang belum tersedia anggarannya, yang selanjutnya diusulkan dalam rancangan perubahan APBN dan/atau disampaikan dalam Laporan Realisasi Anggaran. Terkait dengan keberadaan Pasal 27 ayat (4) UU No. 17 Tahun 2003 tersebut dapat diberikan catatan berikut. Pertama, pada saat menghadapi ancaman pandemi Covid-19 yang mengharuskan langkah-langkah untuk melakukan physical distancing maupun PSBB serta sejumlah protokol kesehatan lain, tidak mudah menggunakan Pasal 27 ayat (4) UU No. 17 Tahun 2003 dengan menempuh jalur rancangan perubahan APBN. Kedua, dalam menghadapi pandemi Covid-19 kebijakan yang dilakukan pemerintah sesuai dengan keadaan yang dihadapi tidak hanya menyangkut persoalan pengeluaran anggaran negara, namun juga menyangkut relaksasi dan mengatur fleksibilitas/penundaan penerimaan negara baik yang bersumber dari pajak maupun non pajak. Ketiga, dalam mengatasi dampak sosial dan ekonomi akibat pandemi Covid-19 juga diperlukan sinergi kebijakan aktor-aktor kebijakan di bidang fiskal dan keuangan. Hal itu juga diatur diantaranya pada Pasal 21 UU No. 17 Tahun 2003 yang mengharuskan adanya koordinasi antara Pemerintah dengan Bank Sentral.
Di ranah tekhnis operasional pemerintah juga perlu membuat landasan hukum bagi relaksasi penerimaan negara maupun stimulus fiskal dari sejumlah sumber penerimaan dengan mengeluarkan sejumlah Peraturan Menteri Keuangan (PMK), antara lain PMK No. 11/PMK.010/2020 yang memberikan fasilitas pajak penghasilan untuk penanaman modal di bidang-bidang tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu, PMK No. 12/PMK.010/2020 yang mengatur mengenai kebijakan pemerintah untuk menanggung bea masuk sektor industri tertentu pada tahun anggaran 2020, PMK No. 16/PMK.010/2020 yang mengatur kebijakan pemberian fasilitas pengurangan penghasilan neto atas penamanan modal baru atau perluasan usaha pada bidang usaha tertentu yang merupakan industri padat karya dan sejumlah PMK lain.
Kebijakan untuk melakukan refocusing kegiatan dan realokasi anggaran melalui Inpres No. 4 Tahun 2020 dalam Hukum Administrasi Negara menunjukkan digunakannya kewenangan diskresi presiden dalam menghadapi kondisi darurat pandemi Covid-19 yang diwujudkan dalam bentuk produk peraturan kebijakan (policy rule) berupa Instruksi Presiden. Ketidakmungkinan penggunaan APBN dengan seluruh mata anggaran yang tersedia sudah disusun sejak tahun 2019 melalui proses perencanaan anggaran yang sangat panjang mengharuskan dikeluarkan Inpres No. 4 Tahun 2020. Di ranah pengadaan barang/jasa, dilakukan perubahan desain pengadaan barang/jasa. Hal itu terjadi karena adanya gangguan pada rantai pasok yang menimbulkan disrupsi terhadap produk maupun distribusi pengadaan barang/jasa penanganan Covid-19 yang telah menimbulkan ketidakpastian yang tinggi bagi para pelaku ekonomi termasuk pemerintah sebagai pembeli dan penyedia sebagai penjual. Guna mengatasi kondisi itu. digunakanlah Peraturan LKPP Nomor 13 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa dalam Keadaan Darurat yang diikuti dengan diterbitkannya Surat Edaran LKPP Nomor 3 Tahun 2020 tentang Penjelasan atas Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa dalam Rangka Penanganan Covid-2019, serta mengenai pengadaan dalam keadaan darurat digunakan Bab VIII Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 yang mengatur mengenai Pengadaan Khusus.
Perppu No. 1 Tahun 2020 yang dimaksudkan untuk menjadi jalan darurat di bidang keuangan negara guna merespons secara cepat ancaman bahaya Covid-19. Perppu No. 1 Tahun 2020 mengatur sejumlah kebijakan darurat prinsip. Pertama, menyangkut obyek diatur kebijakan keuangan negara dan stabilitas sistem keuangan di bidang pendapatan negara termasuk di bidang perpajakan, belanja negara termasuk di bidang keuangan daerah, dan pembiayaan. Kedua, peranan aktor-aktor kebijakan di bidang fiskal dan moneter yaitu Bank Indonesia, OJK, KSSK dan Lembaga Penjamin Simpanan. Ketiga, konsekuensi dari dilakukan kebijakan diskresi dalam bidang keuangan maka diperlukan jaminan kepastian hukum menyangkut subyek pengambil kebijakan keuangan agar tidak dituntut secara perdata maupun pidana dengan syarat pelaksanaan tugas dilakukan berdasarkan itikad baik dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Menyangkut obyek kebijakan terkait implementasi Perppu No. 1 Tahun 2020 biaya yang telah dikeluarkan Pemerintah dan/atau lembaga anggota KSSK dalam rangka pelaksanaan kebijakan pendapatan negara termasuk kebijakan di bidang perpajakan, kebijakan belanja negara termasuk kebijakan di bidang keuangan daerah, kebijakan pembiayaan, kebijakan stabilitas sistem keuangan, dan program pemulihan ekonomi nasional, merupakan bagian dari biaya ekonomi untuk penyelamatan perekonomian dari krisis dan bukan merupakan kerugian negara. Meskipun hal itu merupakan konsekuensi dari diskresi yang diberikan kepada badan atau pejabat administrasi negara, namun, potensi fraud dan penyalahgunaan wewenang harus diantisipasi dengan mengefektifkan pengawasan internal maupun eksternal di seluruh mekanisme penggunaan keuangan negara. Jika kebijakan dilakukan tidak didasarkan atas itikad baik dan melanggar peraturan perundang-undangan, tentunya hal itu berada di luar jaminan perlindungan hukum (legal protection) bagi kewenangan diskresi pejabat administrasi negara dalam Perppu No. 1 Tahun 2020.

           

Tidak ada komentar:

New Normal Di Tengah Pandemi Covid-19 Oleh: W. Riawan Tjandra Pengajar pada FH Universitas Atma Jaya Yogyakarta             Kebij...