Jumat, 08 Mei 2020


Beberapa Catatan Mengenai Pelimpahan Wewenang Presiden
dalam Dokumen Administrasi Pemerintahan[1]

oleh: Dr. W. Riawan Tjandra, S.H., M.Hum.

Pengajar Hukum Administrasi Negara
Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta


  1. Kewenangan Presiden dalam Sistem Presidensial
                                Kedudukan seorang Presiden dalam pemerintahan yang bersistem presidensial dalam suatu Negara Kesatuan (Unitary State) sesungguhnya memiliki derajat kekuasaan yang tertinggi dengan cakupan materi kewenangan yang paling besar. Dalam sistem ketatanegaraan, presiden berkedudukan sebagai kepala negara (the head of state) sekaligus dalam sistem hukum administrasi negara merupakan kepala pemerintahan (the chief of executive). Dengan demikian, kewenangan yang dimiliki presiden dalam sudut tinjauan asas universalitas mencakup semua ruang lingkup kompentensi, baik menyangkut subjek-subjek jabatan dalam suatu organ negara, objek kekuasaan berupa kewenangan-kewenangan administrasi pemerintahan, maupun wilayah (seluruh wilayah Negara yang diperluas sampai pada perwakilan-perwakilan diplomatik di Luar Negeri). A presidential system is a system of government where an executive branch is led by a president who serves as both head of state and head of government. In such a system, this branch exists separately from the legislature, to which it is not responsible and which it cannot, in normal circumstances, dismiss.
                Dalam ruang lingkup kewenangan yang meliputi subjek-subjek jabatan, “The president selects many people to serve the government in a wide range of offices: most important among them are ambassadors, members of the Supreme Court and the federal courts, and cabinet secretaries.” Berkaitan dengan ruang lingkup kewenagan administrasi pemerintahan sebagai objek kekuasaan, bisa dibandingkan dengan kewenangan administrasi pemerintahan presiden di AS sebagaimana dikatakan oleh John A. Fairlie dalam  tulisannya yang berjudul: “The Administrative Power of The President” dalam Michigan Law Review, Vol. 2, No. 3 (Dec., 1903), pp. 190-210 bahwa “The various administrative powers of the President may be considered in two main divisions: On the one hand he has certain general powers over all branches of the federal administration; and on the other hand, he has more specific and additional authority over some particular branches of administration. In the first group are included his control over the personnel of the administrative services, through his power of appointment and removal; and his authority over the activity of the administrative officers and agents, based on his constitutional power to take care that the laws are faithfully executed, and exercised by the issue of directions and executive regulations. In the second group are included the special authority conferred by the constitutional provisions in reference to foreign relations, the command of the army and navy, and the power of pardon. Each of the administrative powers will be considered in turn” (https://www.jstor.org/stable/pdf/1273781.pdf?_=1466468967020).
               
Dalam ruang lingkup kewenangan yang berkaitan wilayah bisa dibandingkan dengan kewenangan seorang presiden di AS yang juga bersistem pemerintahan presidensial yang mengatur bahwa presiden “…has the authority to negotiate treaties with other nations.” (https://www.cliffsnotes.com/study-guides/american-government/the-president/the-powers-of-the-president). Pendeknya, kewenangan presiden dalam sistem presidensial dikatakan bahwa: “Presidents take more direct personal charge of policy than the cabinet does in a parliamentary system. The majority party and the cabinet are a team in a parliamentary system. But the president is directly elected by the people. Unlike parliamentary cabinets, the presidential cabinet does not contain party notables. The president is also the head of the army and directly responsible for foreign policy” (https://www.citelighter.com/political-science/politics/knowledgecards/presidential-system-of-government).

  1. Teori Pelimpahan Wewenang dalam Hukum Administrasi Negara
 Konsep mengenai wewenang pemerintahan dalam teori Hukum Administrasi Negara perlu dipahami terlebih dahulu sebelum membahas mengenai pelimpahan wewenang. Kewenangan yang dimiliki oleh organ (institusi) pemerintahan dalam melakukan perbuatan nyata (riil), mengadakan pengaturan atau mengeluarkan keputisan selalu dilandasi oleh kewenangan yang diperoleh dari konstitusi secara atribusi, delegasi, maupun mandat. Suatu atribusi menunjuk pada kewenangan yang asli atas dasar konstitusi (UUD). Pada kewenangan delegasi, harus ditegaskan suatu pelimpahan wewenang kepada organ pemerintahan yang lain. Pada mandat tidak terjadi pelimpahan apapun dalam arti pemberian  wewenang, akan tetapi, yang diberi mandat bertindak atas nama pemberi mandat. Dalam pemberian mandat, pejabat yang diberi mandat menunjuk pejabat lain untuk bertindak atas nama mandator (pemberi mandat).
Dalam perspektif UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan Pasal 1 angka 2 UU tersebut mengatur bahwa fungsi Pemerintahan meliputi fungsi dalam melaksanakan Administrasi Pemerintahan yang meliputi fungsi pengaturan, pelayanan, pembangunan, pemberdayaan, dan pelindungan. Jika dikaitkan dengan kedudukan presiden dalam sistem ketatanegaraan maupun sistem hukum administrasi negara, maka kelima macam fungsi pemerintahan tersebut berada di bawah tanggung jawab presiden. Dalam hukum administrasi negara, disamping terdapat asas universalitas yang diturunkan dari konsep encompassing all (sifat mencakup semua) dari kekuasaan negara, juga terdapat asas spesialitas yang bertopang pada karakter instrumental efektivitas dan efisiensi. Dengan pemahaman tersebut, maka, selalu dimungkinkan bagi para pejabat tata usaha negara, apalagi seorang presiden, untuk melakukan pelimpahan wewenang (transfer of authority).
Sehubungan dengan konsep atribusi, delegasi, ataupun mandat, J.G. Brouwerdan A.E. Schilder, mengatakan (1998: 16-17):
a.    with atribution, power is granted to an administrative authority by an independent legislative body. The power is initial (originair), which is to say that is not derived from a previously existing power. The legislative body creates independent and previously non existent powers and assigns them to an authority.
b.    Delegation is a transfer of an acquired atribution of power from one administrative authority to another, so that the delegate (the body that the acquired the power) can exercise power in its own name.
c.    With mandate, there is not transfer, but the mandate giver (mandans) assigns power to the body (mandataris) to make decision or take action in its name.

Mengenai perbedaan delegasi dan mandate, RJHM Huisman (tt: 8) menguraikan sebagai berikut:

No
Delegatie
Mandaat
1
Overdracht van bevoegdheid
Opdracht tot uitvoering
2
Bevoegdheid kan door het oorspronkelijke bevoegde organ niet incindenteel uitgeoefend worden
Bevoegdheid kan door mandaatgever nog incindenteel  uitgeoefend worden
3
Overgaang van verantwoordelijkheid
Behooud van verantwoordelijkheid
4
Wettelijke basis vereist
 Geen wettelijke basis vereist
5
Moet schrijftelijk
Kan schriftelijk, maag ook mondeling

Pasal 11 UU Administrasi Pemerintahan mengatur bahwa dewenangan diperoleh melalui Atribusi, Delegasi, dan/atau Mandat. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan memperoleh Wewenang melalui Atribusi apabila: a. diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan/atau undang-undang; b. merupakan Wewenang baru atau sebelumnya tidak ada; dan  c. Atribusi diberikan kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang memperoleh Wewenang melalui Atribusi, tanggung jawab Kewenangan berada pada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang bersangkutan. Kewenangan Atribusi tidak dapat didelegasikan, kecuali diatur di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan/atau undang-undang. Pendelegasian Kewenangan ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan memperoleh Wewenang melalui Delegasi apabila: a. diberikan oleh Badan/Pejabat Pemerintahan kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan lainnya; b. ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan/atau Peraturan Daerah; dan c. merupakan Wewenang pelimpahan atau sebelumnya telah ada. Kewenangan yang didelegasikan kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan tidak dapat didelegasikan lebih lanjut, kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan. Dalam hal ketentuan peraturan perundang-undangan menentukan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang memperoleh Wewenang melalui Delegasi, dapat mensubdelegasikan Tindakan kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan lain dengan ketentuan: a. dituangkan dalam bentuk peraturan sebelum Wewenang dilaksanakan; b. dilakukan dalam lingkungan pemerintahan itu sendiri; dan c. paling banyak diberikan kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan 1 (satu) tingkat di bawahnya.  Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang memberikan Delegasi dapat menggunakan sendiri Wewenang yang telah diberikan melalui Delegasi, kecuali ditentukan lain dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam hal pelaksanaan Wewenang berdasarkan Delegasi menimbulkan ketidakefektifan penyelenggaraan pemerintahan, Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang memberikan pendelegasian Kewenangan dapat menarik kembali Wewenang yang telah didelegasikan. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang memperoleh Wewenang melalui Delegasi, tanggung jawab Kewenangan berada pada penerima Delegasi.
Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan memperoleh Mandat apabila: a. ditugaskan oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan di atasnya; dan b. merupakan pelaksanaan tugas rutin. Pejabat yang melaksanakan tugas rutin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas: a. pelaksana harian yang melaksanakan tugas rutin dari pejabat definitif yang berhalangan sementara; dan b. pelaksana tugas yang melaksanakan tugas rutin dari pejabat definitif yang berhalangan tetap. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dapat memberikan Mandat kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan lain yang menjadi bawahannya, kecuali ditentukan lain dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang menerima Mandat harus menyebutkan atas nama Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang memberikan Mandat. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang memberikan Mandat dapat menggunakan sendiri Wewenang yang telah diberikan melalui Mandat, kecuali ditentukan lain dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam hal pelaksanaan Wewenang berdasarkan Mandat menimbulkan ketidakefektifan penyelenggaraan pemerintahan, Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang memberikan Mandat dapat menarik kembali Wewenang yang telah dimandatkan. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang memperoleh Wewenang melalui Mandat tidak berwenang mengambil Keputusan dan/atau Tindakan yang bersifat strategis yang berdampak pada perubahan status hukum pada aspek organisasi, kepegawaian, dan alokasi anggaran. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang memperoleh Wewenang melalui Mandat tanggung jawab Kewenangan tetap pada pemberi Mandat.
  1. Konsep _Pelimpahan Wewenang Presiden
Dengan mencermati kewenangan presiden dalam sistem presidensial maupun konsep Hukum Administrasi Negara, pada jabatan presiden dapat mengalir wewenang delegasi maupun mandat. Hal ini disebabkan kedudukan presiden dalam sistem ketatanegaraan maupun sistem pemerintahan. Dengan kewenangan presiden yang mencakup subjek-subjek jabatan dalam suatu organ negara, objek kekuasaan berupa kewenangan-kewenangan administrasi pemerintahan, maupun wilayah (seluruh wilayah Negara yang diperluas sampai pada perwakilan-perwakilan diplomatik di Luar Negeri), maka, Presiden berwenang secara absolut untuk melakukan pelimpahan wewenang dalam melaksanakan tugas-tugas pemerintahan tertentu yang lazimnya mengharuskan presiden sendiri untuk melakukannya. Hal ini dalam teori Hukum Administrasi Negara juga ditopang oleh prinsip efektivitas dan efisiensi (doelamtigheid dan doeltreffenheid) yang menjadi landasan pelaksanaan fungsi pemerintahan (sturende functie) yang dilaksanakan oleh presiden.









[1] Paper disampaikan dalam Focus Group Discussion yang diselenggarakan oleh Sekretariat Negara RI, Jakarta, 22 Juni 2016.

Tidak ada komentar:

New Normal Di Tengah Pandemi Covid-19 Oleh: W. Riawan Tjandra Pengajar pada FH Universitas Atma Jaya Yogyakarta             Kebij...