Beberapa Catatan
Mengenai Pelimpahan Wewenang Presiden
dalam Dokumen
Administrasi Pemerintahan[1]
oleh: Dr. W. Riawan Tjandra, S.H., M.Hum.
Pengajar Hukum Administrasi Negara
Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta
- Kewenangan Presiden dalam Sistem Presidensial
Kedudukan
seorang Presiden dalam pemerintahan yang bersistem presidensial dalam suatu
Negara Kesatuan (Unitary State)
sesungguhnya memiliki derajat kekuasaan yang tertinggi dengan cakupan materi
kewenangan yang paling besar. Dalam sistem ketatanegaraan, presiden
berkedudukan sebagai kepala negara (the
head of state) sekaligus dalam sistem hukum administrasi negara merupakan
kepala pemerintahan (the chief of
executive). Dengan demikian, kewenangan yang dimiliki presiden dalam sudut
tinjauan asas universalitas mencakup semua ruang lingkup kompentensi, baik
menyangkut subjek-subjek jabatan
dalam suatu organ negara, objek
kekuasaan berupa kewenangan-kewenangan administrasi pemerintahan, maupun wilayah (seluruh wilayah Negara yang
diperluas sampai pada perwakilan-perwakilan diplomatik di Luar Negeri). A
presidential system is a system of government where an executive branch is led
by a president who serves as both head of state and head of government. In such
a system, this branch exists separately from the legislature, to which it is
not responsible and which it cannot, in normal circumstances, dismiss.
Dalam
ruang lingkup kewenangan yang meliputi subjek-subjek jabatan, “The president
selects many people to serve the government in a wide range of offices: most
important among them are ambassadors, members of the Supreme Court and the
federal courts, and cabinet secretaries.” Berkaitan dengan ruang lingkup
kewenagan administrasi pemerintahan sebagai objek kekuasaan, bisa dibandingkan
dengan kewenangan administrasi pemerintahan presiden di AS sebagaimana
dikatakan oleh John A. Fairlie dalam
tulisannya yang berjudul: “The Administrative Power of The President”
dalam Michigan Law Review, Vol. 2, No. 3 (Dec., 1903), pp. 190-210 bahwa “The
various administrative powers of the President may be considered in two main
divisions: On the one hand he has certain general powers over all branches of
the federal administration; and on the other hand, he has more specific and
additional authority over some particular branches of administration. In the
first group are included his control over the personnel of the administrative services,
through his power of appointment and removal; and his authority over the
activity of the administrative officers and agents, based on his constitutional
power to take care that the laws are faithfully executed, and exercised by the
issue of directions and executive regulations. In the second group are included
the special authority conferred by the constitutional provisions in reference
to foreign relations, the command of the army and navy, and the power of
pardon. Each of the administrative powers will be considered in turn” (https://www.jstor.org/stable/pdf/1273781.pdf?_=1466468967020).
Dalam ruang lingkup kewenangan
yang berkaitan wilayah bisa dibandingkan dengan kewenangan seorang presiden di
AS yang juga bersistem pemerintahan presidensial yang mengatur bahwa presiden
“…has the authority to negotiate treaties with other nations.” (https://www.cliffsnotes.com/study-guides/american-government/the-president/the-powers-of-the-president).
Pendeknya, kewenangan presiden dalam sistem presidensial dikatakan bahwa:
“Presidents take more direct personal charge of policy than the cabinet does in
a parliamentary system. The majority party and the cabinet are a team in a
parliamentary system. But the president is directly elected by the people.
Unlike parliamentary cabinets, the presidential cabinet does not contain party
notables. The president is also the head of the army and directly responsible
for foreign policy” (https://www.citelighter.com/political-science/politics/knowledgecards/presidential-system-of-government).
- Teori Pelimpahan Wewenang dalam Hukum
Administrasi Negara
Konsep mengenai wewenang
pemerintahan dalam teori Hukum Administrasi Negara perlu dipahami terlebih
dahulu sebelum membahas mengenai pelimpahan wewenang. Kewenangan yang dimiliki oleh organ (institusi)
pemerintahan dalam melakukan perbuatan nyata (riil), mengadakan pengaturan atau
mengeluarkan keputisan selalu dilandasi oleh kewenangan yang diperoleh dari
konstitusi secara atribusi, delegasi, maupun mandat. Suatu atribusi menunjuk
pada kewenangan yang asli atas dasar konstitusi (UUD). Pada kewenangan
delegasi, harus ditegaskan suatu pelimpahan wewenang kepada organ pemerintahan
yang lain. Pada mandat tidak terjadi pelimpahan apapun dalam arti
pemberian wewenang, akan tetapi, yang diberi mandat bertindak atas nama
pemberi mandat. Dalam pemberian mandat, pejabat yang diberi mandat menunjuk
pejabat lain untuk bertindak atas nama mandator (pemberi mandat).
Dalam
perspektif UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan Pasal 1 angka
2 UU tersebut mengatur bahwa fungsi Pemerintahan meliputi fungsi dalam
melaksanakan Administrasi Pemerintahan yang meliputi fungsi pengaturan,
pelayanan, pembangunan,
pemberdayaan, dan pelindungan. Jika dikaitkan dengan kedudukan presiden dalam
sistem ketatanegaraan maupun sistem hukum administrasi negara, maka kelima
macam fungsi pemerintahan tersebut berada di bawah tanggung jawab presiden.
Dalam hukum administrasi negara, disamping terdapat asas universalitas yang
diturunkan dari konsep encompassing all (sifat mencakup semua) dari kekuasaan
negara, juga terdapat asas spesialitas yang bertopang pada karakter
instrumental efektivitas dan efisiensi. Dengan pemahaman tersebut, maka, selalu
dimungkinkan bagi para pejabat tata usaha negara, apalagi seorang presiden, untuk
melakukan pelimpahan wewenang (transfer of authority).
Sehubungan dengan konsep atribusi, delegasi, ataupun mandat, J.G.
Brouwerdan A.E. Schilder, mengatakan (1998: 16-17):
a. with atribution, power is
granted to an administrative authority by an independent legislative body. The
power is initial (originair), which is to say that is not derived from a
previously existing power. The legislative body creates independent and
previously non existent powers and assigns them to an authority.
b. Delegation is a transfer of
an acquired atribution of power from one administrative authority to another,
so that the delegate (the body that the acquired the power) can exercise power
in its own name.
c. With mandate, there is not
transfer, but the mandate giver (mandans) assigns power to the body
(mandataris) to make decision or take action in its name.
Mengenai perbedaan delegasi dan mandate, RJHM Huisman (tt: 8)
menguraikan sebagai berikut:
No
|
Delegatie
|
Mandaat
|
1
|
Overdracht van bevoegdheid
|
Opdracht tot uitvoering
|
2
|
Bevoegdheid kan door het oorspronkelijke bevoegde organ niet
incindenteel uitgeoefend worden
|
Bevoegdheid kan door mandaatgever nog incindenteel uitgeoefend worden
|
3
|
Overgaang van verantwoordelijkheid
|
Behooud van verantwoordelijkheid
|
4
|
Wettelijke basis vereist
|
Geen wettelijke basis vereist
|
5
|
Moet schrijftelijk
|
Kan schriftelijk, maag ook mondeling
|
Pasal 11 UU Administrasi Pemerintahan
mengatur bahwa dewenangan diperoleh melalui Atribusi, Delegasi, dan/atau
Mandat. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan
memperoleh Wewenang melalui Atribusi apabila: a. diatur dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan/atau undang-undang; b. merupakan
Wewenang baru atau sebelumnya tidak ada; dan
c. Atribusi diberikan kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan. Badan
dan/atau Pejabat Pemerintahan yang memperoleh Wewenang melalui Atribusi,
tanggung jawab Kewenangan berada pada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang
bersangkutan. Kewenangan Atribusi tidak dapat didelegasikan, kecuali diatur di
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan/atau
undang-undang. Pendelegasian Kewenangan ditetapkan berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan memperoleh
Wewenang melalui Delegasi apabila: a. diberikan oleh Badan/Pejabat Pemerintahan
kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan lainnya; b. ditetapkan dalam
Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan/atau Peraturan Daerah; dan c.
merupakan Wewenang pelimpahan atau sebelumnya telah ada. Kewenangan yang
didelegasikan kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan tidak dapat
didelegasikan lebih lanjut, kecuali ditentukan lain dalam peraturan
perundang-undangan. Dalam hal ketentuan peraturan perundang-undangan menentukan
lain sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan
yang memperoleh Wewenang melalui Delegasi, dapat mensubdelegasikan Tindakan
kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan lain dengan ketentuan: a. dituangkan
dalam bentuk peraturan sebelum Wewenang dilaksanakan; b. dilakukan dalam
lingkungan pemerintahan itu sendiri; dan c. paling banyak diberikan kepada
Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan 1 (satu) tingkat di bawahnya. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang
memberikan Delegasi dapat menggunakan sendiri Wewenang yang telah diberikan
melalui Delegasi, kecuali ditentukan lain dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan. Dalam hal pelaksanaan Wewenang berdasarkan Delegasi
menimbulkan ketidakefektifan penyelenggaraan pemerintahan, Badan dan/atau
Pejabat Pemerintahan yang memberikan pendelegasian Kewenangan dapat menarik
kembali Wewenang yang telah didelegasikan. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan
yang memperoleh Wewenang melalui Delegasi, tanggung jawab Kewenangan berada
pada penerima Delegasi.
Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan
memperoleh Mandat apabila: a. ditugaskan oleh Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan di atasnya; dan b. merupakan pelaksanaan tugas rutin. Pejabat yang
melaksanakan tugas rutin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri
atas: a. pelaksana harian yang melaksanakan tugas rutin dari pejabat definitif
yang berhalangan sementara; dan b. pelaksana tugas yang melaksanakan tugas
rutin dari pejabat definitif yang berhalangan tetap. Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan dapat memberikan Mandat kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan
lain yang menjadi bawahannya, kecuali ditentukan lain dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang menerima Mandat
harus menyebutkan atas nama Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang memberikan
Mandat. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang memberikan Mandat dapat
menggunakan sendiri Wewenang yang telah diberikan melalui Mandat, kecuali
ditentukan lain dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam hal
pelaksanaan Wewenang berdasarkan Mandat menimbulkan ketidakefektifan
penyelenggaraan pemerintahan, Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang
memberikan Mandat dapat menarik kembali Wewenang yang telah dimandatkan. Badan
dan/atau Pejabat Pemerintahan yang memperoleh Wewenang melalui Mandat tidak
berwenang mengambil Keputusan dan/atau Tindakan yang bersifat strategis yang
berdampak pada perubahan status hukum pada aspek organisasi, kepegawaian, dan
alokasi anggaran. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang memperoleh Wewenang
melalui Mandat tanggung jawab Kewenangan tetap pada pemberi Mandat.
- Konsep _Pelimpahan Wewenang Presiden
Dengan mencermati kewenangan presiden
dalam sistem presidensial maupun konsep Hukum Administrasi Negara, pada jabatan
presiden dapat mengalir wewenang delegasi maupun mandat. Hal ini disebabkan
kedudukan presiden dalam sistem ketatanegaraan maupun sistem pemerintahan.
Dengan kewenangan presiden yang mencakup subjek-subjek jabatan dalam suatu organ negara, objek kekuasaan berupa
kewenangan-kewenangan administrasi pemerintahan, maupun wilayah (seluruh wilayah Negara yang diperluas sampai pada
perwakilan-perwakilan diplomatik di Luar Negeri), maka, Presiden berwenang
secara absolut untuk melakukan pelimpahan wewenang dalam melaksanakan
tugas-tugas pemerintahan tertentu yang lazimnya mengharuskan presiden sendiri
untuk melakukannya. Hal ini dalam teori Hukum Administrasi Negara juga ditopang
oleh prinsip efektivitas dan efisiensi (doelamtigheid dan doeltreffenheid) yang
menjadi landasan pelaksanaan fungsi pemerintahan (sturende functie) yang dilaksanakan oleh presiden.
[1]
Paper disampaikan dalam Focus Group
Discussion yang diselenggarakan oleh Sekretariat Negara RI, Jakarta, 22 Juni
2016.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar